Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Minggu, 28 April 2019 | 14:57 WIB
Penari Yogyakarta dari Sanggar Tari Krida Beksa Wirama. (Suara.com/Handayani)

Daniel mengakui, perayaan tahun ini tak begitu meriah dibandingkan tahun sebelumnya. Banyak kota yang undur diri, sebab kondisi masyarakat masih belum stabil di tengah berbagai isu di tahun politik.

Perayaan Hari Tari Dunia di Ullen Sentalu menjadi satu bagian dengan perayaan besar di dua kota lain, yakni Surakarta (Solo, Jawa Tengah) dan Malang (Jawa Timur). Ketiga kota ini menetapkan untuk tetap konsisten menyelenggarakan perayaan Hari Tari Dunia, meski kondisi politik di Indonesia belum stabil.

Acara ini menggunakan tagline #GegaraMenari atau secara kontemporer bermakna 'gara-gara menari'. Di Ullen Sentalu, para peserta yang hadir dalam perayaan ini diajak naik ke atas panggung dan menari bersama.

"Jadi gara-gara menari kita ikut menari," kata Duta Museum Ullen Sentalu 2017 Ambar Sari yang didapuk menjadi pembawa acara.

Baca Juga: FACE OF JAKARTA: Peruntungan Para Penggali Kubur Mister X

Perayaan Hari Tari Dunia tahun ini juga mengusung tema dari pepatah Jawa “Urip mawa urup, urip hanguripi”. Pesan yang terkandung sangat dalam yaitu, hidup dengan semangat, hidup memberi hidup.

Tema ini mencerminkan bahwa sejak awal tari telah menjadi entitas yang menyatu dengan kehidupan masyarakat hingga akhirnya menghidupi masyarakat, membangun citra bangsa menjadi bangsa yang santun, beradab, mulia dan bermartabat.

Acara ini bertujuan untuk menguatkan sinergi antara para pegiat seni di Indonesia. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk trilogi acara yang terdiri dari pameran, diskusi, dan pertunjukan tari. Dari kegiatan ini, seni tari diharapkan dapat terus generasi muda.

"Supaya bisa diperkenalkan kepada generasi muda, dan dilestarikan tari tradisional itu, terancam sekali untuk punah. Selain itu, di antara para penari itu bisa terjadi cross gitu bisa ada kerja sama nanti," kata Daniel.

Dalam pagelaran tari tahun ini, ada enam tarian yang dibawakan. Dua tarian, yakni Tari Manunggaling Rasa dan Tari Coraking Canthing dibawakan oleh anak-anak. Keduanya dibawakan oleh Sanggar Tari Lintang.

Baca Juga: FACE OF JAKARTA: Jejak Kuburan Tanpa Nama dan Penggali Kubur Mister X

"Tari Coraking Canthing menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang membatik. Kan Yogyakarta sedang berupaya mengangkat batik khasnya. Kami mencoba mengangkat tema tersebut," kata Guru Tari Sanggar Wihandoko Suko Lelono atau akrab dipanggil Den Mas Koko kepada Suara.com.

Load More