Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 02 Oktober 2019 | 17:50 WIB
Ari Hargiatmi menyambut pengunjung di Batik Thinthing Kulon Progo - (Suara/Eleonora PEW)

Dengan 14 pegawai, Batik Thinthing bisa membuat ratusan potong batik dalam sebulan, tetapi untuk batik tulis, pengerjaan satu kain saja bisa dua mencapai dua minggu atau lebih, tergantung dari tingkat kesulitan.

"Proses pembuatannya, desain di kain, lalu kalau batik tulis kita pakai canting, ada batik cap juga, dilowong, lalu diwarna, lalu ditutup, nembok, diwarna lagi, sesuai dengan warna yang diinginkan, lalu nanti dilorot," jelasnya.

Kisaran harga yang ditawarkan Batik Thinthing antara Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu untuk cap kombinasi, sedangkan batik tulis dibanderol sampai Rp 600 ribu.

Hingga saat ini, penjualan produksi Batik Thinthing sudah sampai ke luar Jawa, antara lain Palembang, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Timur, juga Bali.

Baca Juga: The Local Plant Market Hadir di Batik 81 Jakarta, Catat Tanggalnya!

Kebijakan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo pun, kata Ari, sangat membantu kesejahteraan para pembatik.

"Setiap Kamis, anak-anak sekolah, dari TK, SD, SMP, SMA, sampai pemerintah daerah diwajibkan pakai bati geblek renteng. Kalau untuk anak-anak sekolah pakai dlereng, sementara pegawai tirto tejo atau gunungan," ungkap wanita yang juga aktif sebagai penari itu.

"Alhamdulillah, produk jadi berlipat. Apalagi, kalau ada kunjungan dari luar daerah, biasanya kita memberi suvenir batik khas Kulon Progo," imbuhnya.

Ari juga berharap, dengan adanya pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA), UMKM batik di Kulon Progo bisa lebih berkembang.

"Semoga dengan adanya bandara, pembatik Kulon Progo mendapat ruang dan pendapatan yang lebih," ungkap Ari.

Baca Juga: 500 Pembatik Akan Peringati Hari Batik Nasional di Solo, Yuk Gabung!

Load More