Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 17 Oktober 2019 | 02:15 WIB
Seorang petani salak memperhatikan tanaman yang dirawatnya di perkebunan kawasan Sleman. [Suara.com/Uli Febriarni]

Berjuang menanam salak di Turi bukan hanya harus menghadapi musim kering, melainkan juga hama. Hama salak di Turi, bukan hanya ulat di musim penghujan, melainkan juga manusia.

Sigit Widanto menjelaskan, di musim hujan, kemunculan ulat bergantung pada kondisi kebun. Bila kebun bersih, maka ulat tak banyak. Bila kotor, bisa dipastikan ulat akan banyak muncul mengganggu salak. Dalam satu malam saja, ulat bisa menghabiskan sampai satu kilogram salak di pohon.

"Kita tidak tahu, makannya dari dalam. Tahu-tahu kulitnya busuk," kata dia.

Namun, ia mengungkapkan hama yang dihadapi, salah satunya adalah manusia.

Baca Juga: BMKG: Kemarau Diperkirakan Berakhir Pertengahan November

"Ya eksportir nakal, tengkulak nakal," sebutnya.

Sekarang ini, petani salak butuh pendampingan terus-menerus dari pemerintah, tambahnya.

Bibit, pupuk tak banyak berguna bagi petani. Kalau setelah panen hanya ditinggal begitu saja.

"Harga murah (kami) dibiarkan," ujarnya.

Tak berhenti di sana, Sigit juga mengeluhkan soal peraturan penjualan bibit salak, yang sebetulnya menjadi masalah yang dibuat oleh pemerintah sendiri.

Baca Juga: Hadapi Kemarau, Embung Jadi Solusi untuk Mengairi Lahan

Beberapa tahun lalu ada aturan penjualan bibit salak yang diatur oleh pemerintah. Karena itu, di mana-mana, bahkan di luar Jawa bibit salak mudah ditemukan, harga salak Sleman jadi jatuh.

Load More