SuaraJogja.id - Di samping pameran seni, Biennale Jogja XV juga mengangkat isu sosial melalui projek diskusi di Warung Jeruk Peres, Penyegar Solidaritas, di Jogja National Museum (JNM).
Projek ini digagas oleh Tran Luong, seorang seniman asal Hanoi, Vietnam, yang dikenal sebagai figur penting dalam menciptakan ruang seni kontemporer yang kritis di Vietnam.
Melalui forum diskusi ini, sang seniman berupaya mempertemukan beragam perspektif masyarakat sipil terhadap konflik yang berdampak besar pada mereka. Salah satunya terkait UU KPK yang baru.
Pada Selasa (5/11/2019) sore, Biennale Jogja XV menggelar Jeruk Peres Talk #4 dengan menghadirkan dua narasumber untuk diskusi bertajuk "Setan Jeruk Kepentut RUU KPK": Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril dan Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu.
Sebagai pembuka, vokalis Roket Band, Kiki Pea, membawakan lagu berjudul "Teror NO3". Lagu ini bermuatan kritik akan betapa lambannya penyelidikan kasus penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan.
Dalam gelar wicara ini, Oce Madril menyoroti, satu di antaranya, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang saat ini dikabarkan telah menunjuk nama-nama yang akan masuk dalam susunan dewan pengawas (dewas) KPK, sebagai salah satu kebijakan baru di UU KPK yang sekarang.
Dirinya mengatakan bahwa disahkannya UU KPK makin menunjukkan tanda-tanda membahayakan bagi nasib pemberantasan korupsi di Tanah Air. Apalagi, katanya, saat ini Jokowi menunjukkan sikap yang tak terbuka soal nama-nama yang akan masuk ke dalam susunan dewas KPK.
"Indikasi bahwa ini semakin membahayakan ke depan itu terlihat ketika Presiden tidak mau membuka proses menyeleksi nama-nama itu, jadi sampai sekarang Presiden itu melakukannya dengan serba tertutup," kata Oce Madril.
"Jadi enggak ada pelibatan masyarakat, dan kita enggak tahu tiba-tiba sudah ada lima nama yang diangkat Presiden untuk menjadi dewan pengawas," imbuhnya.
Baca Juga: Biennale Jogja 2019 Resmi Buka Instalasi Hotel di Kampung Jogoyudan
Sama dengan Oce Madril, Tri Wahyu juga beranggapan bahwa UU KPK yang baru merupakan bentuk upaya pemerintah untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Ia mengaku sepakat dengan pernyataan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid bahwa saat ini KPK dikeroyok banyak pihak, dengan pemerintah, partai politik, dan kepolisian sebagai pemain terdepan.
Namun ia yakin, jika banyak orang, termasuk para seniman, mau peduli dan menyuarakan seruan ke arah perbaikan, maka tugas masyarakat untuk bersama-sama memberantas korupsi akan teras lebih ringan.
"Makin berat tugas kita, tapi kami yakin, dengan dibantu seniman-seniman progresif, tugas ini makin ringan," ungkap Tri Wahyu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
Terkini
-
Warisan Leluhur di Tangan Anak Muda: Bagaimana Bantul Bangkitkan Pariwisata Budaya?
-
Bupati Sleman Janji Bonus Atlet Porda 2025 Lebih Besar dari Tahun Lalu
-
Dari Sampah Berubah Berkah: Hotel Tentrem Jogja Sulap Limbah Organik jadi Pupuk Cair
-
Danais DIY Triliunan Sia-Sia? Aliansi Gerakan Nasional Minta UU Keistimewaan Dihapus, Ini Alasannya
-
Diskominfo Sleman Gandeng Polisi Usut Peretasan CCTV Kronggahan Berunsur Provokatif