SuaraJogja.id - Kisruh pemahaman soal bangunan ibadah milik paguyuban Padma Buana, penganut Hindu di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul ditanggapi Gerakan Masyarakat Melawan Intoleransi (Gemayomi). Menurut Gemayomi, bangunan tersebut merupakan sanggar pamujan (tempat persembahyangan) yang pendiriannya tak memerlukan izin.
Sekjen Gemayomi Lilik Krismantoro Putro mengungkapkan, bangunan ibadah yang dipersoalkan warga merupakan tempat sembahyang layaknya langgar bagi kepercayaan Islam, sehingga umat yang menggunakannya tidak perlu membuat izin pembangunan.
"Bangunan itu sebenarnya bukan pura seperti yang dipahami warga. Jadi sanggar pamujan itu merupakan tempat ibadah pribadi, sehingga keberadaannya tidak perlu izin," kata Lilik kepada wartawan, Senin (18/11/2019).
Bangunan persembahyangan itu, lanjut Lilik, adalah jenis bangunan di bawah pura. Menurut keterangannya, dalam pemahaman Muslim, sanggar pamujan layaknya langgar, yang biasa digunakan orang Muslim dalam beribadah.
"Salah satu contohnya musala yang dibangun di rumah pribadi. Nah itu (sanggar pamujan), tidak jauh berbeda seperti itu," terang dia.
Lilik menambahkan, dalam kegiatan Piodalan tersebut, memang tradisinya menghadirkan saudara serta keluarga dan kerabat dekat untuk memperingati wafatnya para leluhur.
"Nah salah satu kegiatan Piodalan itu, memang mendatangkan banyak tamu, keluarga, saudara, dan lainnya. Hal itu masih awam dipahami warga sekitar," terang dia.
Menurutnya, penolakan yang terjadi di dusun setempat disebabkan kesalahan persepsi warga yang tidak tahu cara beribadah Utiek Suprapti. Untuk itu, hal ini perlu disosialisasikan kembali.
"Nantinya kami akan melakukan pertemuan dengan warga serta Ibu utiek. Untuk waktunya masih kami rencanakan. Yang jelas dalam waktu dekat kami ingin memberi pemahaman ini agar kejadian (pembubaran) tidak terjadi lagi," ungkap dia.
Baca Juga: Ngaku Pecinta Celana Cingkrang, Menag Fachrul: Pakai Sarung Takut Jatuh
Sebelumnya, sejumlah warga Dusun Mangir Lor membubarkan ritual Piodalan, yang dilakukan salah seorang warganya, Utiek Suprapti, pada Selasa (12/11/209). Warga meminta pembubaran karena izin kegiatan upacara tersebut tidak ada.
Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah tamu undangan dari berbagai kepercayaan, seperti Hindu, Budha, serta kepercayaan lain dari luar Jawa seperti, Bali, Talaud (Sulawesi Utara), Jawa Barat, dan provinsi lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Siapa Sebenarnya 'Thomas Alva Edi Sound Horeg', Begadang Seminggu Demi Bass Menggelegar
Pilihan
-
Satu Kata Erick Thohir Usai Timnas Indonesia U-23 Gagal Juara Piala AFF
-
Pengobat Luka! Koreografi Keren La Grande di Final Piala AFF U-23 2025
-
8 HP Murah RAM Besar dan Chipset Gahar, Rp1 Jutaan dapat RAM 8 GB
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas 50 Jutaan: Murah Berkualitas, Harga Tinggi Jika Dijual Kembali
-
6 Rekomendasi HP Gaming Murah Baterai Jumbo, Tahan Lama Lancar Main Game
Terkini
-
Geger Pantai Sanglen: Sultan Tawarkan Pesangon, Warga Bersikeras Pertahankan Lahan
-
Keluarga Sebut Diplomat Arya Daru Hanya Gunakan Satu Ponsel yang Kini Masih Hilang
-
Kakak Ipar Arya Daru Ungkap Kondisi Istri: Minta Masyarakat Kawal Kasus dengan Empati
-
Arya Daru Putuskan Bunuh Diri? Keluarga Akui Tak Pernah Dengar Almarhum Mengeluh soal Kerjaan
-
Jadi Korban Tabrak Lari, Innova Dikemudikan Mahasiswa Terjun Bebas Timpa Rumah Warga di Sleman