SuaraJogja.id - Sepanjang 2019 ini sebanyak 22 surat teguran dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kulon Progo, DIY, untuk perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah ini.
Diberitakan Antara, Kepala DLH Kulon Progo Arif Prastowo mengatakan, sepanjang tahun ini, DLH Kulon Progo melakukan pengawasan meliputi 21 usaha yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dan lima usaha yang ber-Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Sebagai tindak lanjut hasil pengawasan sepanjang 2019, sebanyak 17 usaha diberikan surat teguran I dan lima usaha mendapatkan surat teguran II," kata Arif di Kulon Progo, Minggu (22/12/2019).
Berdasarkan hasil pengawasan, kat Arif, sebagian besar penambangan tidak sesuai dengan desain dan rencana teknis yang telah direkomendasikan. Realita di lapangan menunjukkan, arah penambangan yang menyesuaikan progres kerelaan lahan dan kebutuhan pasar berakibat pada tidak sesuainya realisasi dengan rencana awal.
Baca Juga: Pedagang Kopi Agus Sumpena Ditembaki 3 Pria Misterius, Diduga Salah Sasaran
Menurut keterangan Arif, reklamasi dan revegetasi yang bersifat progresif banyak yang tidak sesuai rencana, dan bentuk jenjang tidak seperti yang tercantum dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
Selain itu, penyimpanan dan pengamanan tanah pucuk (top soil) belum optimal. Banyak yang tidak menyediakan area khusus penyimpanan, bahkan ada yang penempatannya membahayakan pemukiman dan merusak fungsi sempadan sungai. Pelibatan atau koordinasi terhadap wilayah desa setempat pada usaha pertambangan pun tidak optimal.
"Sering ditemukan desa tidak tahu progres pelaksanaan kesepakatan antara masyarakat dengan penambang, progres kerelaan dan kompensasi lahan, dan pemberian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)," ungkap Arif.
Lebih lanjut, dari hasil pengawasan yang disampaikan Arif, DLH juga menemukan bentuk program pemberdayaan masyarakat yang sering tidak sesuai dengan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui, seperti adanya bantuan langsung yang diserahkan ke kas pedukuhan dalam bentuk uang, sehingga peran serta penambang dalam pemberdayaan masyarakat dan upaya peningkatan nilai tambah untuk masyarakat menjadi tidak maksimal.
"Sebagian besar usaha pertambangan tidak melakukan pemeriksaan kualitas udara dan belum melakukan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3, seperti oli bekas, secara benar," jelas Arif.
Baca Juga: Diwawancara 1,5 Jam Saat Fit and Proper Test, Gibran Pede Dapat Rekom PDIP
Tak cukup sampai di situ, dalam hal pelaporan, sebagian besar pemegang izin belum menyampaikan laporan pelaksanaan Izin lingkungan/rekomendasi dokumen lingkungan secara berkala, yaitu setiap enam bulan sekali. Bahkan, arif menerangkan, ada pemegang izin yang tidak kooperatif dalam kegiatan pengawasan, tidak melakukan pendampingan, dan tidak menindaklanjuti surat teguran.
Pihaknya lantas merekomendasikan agar dilakukan koordinasi dan evaluasi terkait permasalahan-permasalahan teknik dan sosial yang menyebabkan penambangan tidak sesuai dengan rencana teknis yang telah direkomendasikan, sebagai acuan dalam perbaikan kebijakan dalam pengelolaan usaha pertambangan.
Menyinggung keberadaan tambang-tambang ilegal, ia mengatakan, harus segera ditindak tegas oleh pihak berwajib.
"Harus dilakukan penegakan hukum bagi usaha pertambangan yang tidak berizin agar menimbulkan persepsi positif bagi langkah penegakan hukum bagi usaha yang telah berizin," katanya.
Arif menambahkan, sebenarnya sudah ada regulasi yang jelas beserta konsekuensi logisnya untuk pengelolaan usaha pertambangan. Salah satunya, Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, aan Batuan.
Pada Pasal 102 disebutkan, Pemegang Izin Usaha Pertambangan tidak memiliki persetujuan pembangunan jalan sebagai akses tambang, tidak mendapatkan rekomendasi pemanfaatan jalan kabupaten atau jalan provinsi untuk pengangkutan tambang yang melebihi beban standar jalan kabupaten atau jalan provinsi, tidak melakukan peningkatan kualitas, pemeliharaan dan perbaikan jalan desa dan jalan baru, tidak memberikan kontribusi, atau memonopoli akses tambang maka pemerintah desa, OPD Pekerjaan Umum dan/atau OPD Perhubungan berwenang memberikan teguran dan/atau menutup akses tambang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- 6 Pilihan HP RAM 12 GB Dibawah Rp2 Juta: Baterai Jumbo, Performa Ngebut Dijamin Anti Lag!
- Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!
- 5 Pilihan Mobil Bekas Honda 3 Baris Tahun Muda, Harga Mulai Rp50 Jutaan
- 5 AC Portable Murah Harga Rp350 Ribuan untuk Kamar Kosan: Dinginnya Juara!
Pilihan
-
Liga Putri Digelar Bareng Pilpres 2029, Bakal Jadi Alat Politik?
-
Mengenal Buriram United Klub Baru Shayne Pattynama, Ada Hubungan dengan Manchester United?
-
Akal Bulus Oknum Debt Collector Jebak Petugas Damkar Bantu Tagih Utang Pinjol
-
BREAKING NEWS! Hasil RUPS LIB: Liga 1 Super League, Liga 2 Jadi Championship
-
5 Rekomendasi HP Murah Memori 256 GB Harga di Bawah 2 Juta, Terbaik Juli 2025
Terkini
-
Sekolah Swasta Jogja Siap Gratiskan Pendidikan, Asal... Dana Pemerintah Harus Cukup
-
Selain Bukan Kurir ShopeeFood Resmi, Dua Tersangka Pengerusakan Mobil Polisi Tak Saling Kenal
-
Dulu Panen, Sekarang Gigit Jari: Curhat Pedagang dan Jukir Pasca Relokasi Parkir ABA di Jogja
-
Pasangan Couplepreneur Ini Dapat Dukungan BRI, Ekspansi Bisnis Sampai Amerika
-
Polisi Tegaskan Keterlambatan Pengantaran ShopeeFood di Godean Tak Berjam-jam tapi Hanya 5 Menit