Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 09 Januari 2020 | 13:30 WIB
Pasien demam berdarah dirawat di rumah sakit. (Shutterstock)

SuaraJogja.id - Siklus lonjakan demam berdarah dangue (DBD) di Kabupaten Bantul dikhawatirkan terjadai di tahun ini.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul mencatat pada 2019 lalu ada 1.378 kasus DBD. Empat pasiean di antaranya meninggal dunia akibat penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes aegypti itu.

"Yang meninggal dunia dua di Kecamatan Jetis, satu di Kecamatan Bantul, dan satu di Kecamatan Banguntapan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Bantul Tri Wahyu Joko Santosa atau dr Oky, Rabu (8/1/2019).

Sementara, 2018 lalu hanya ada 115 kasus sampai Oktober. Namun, Oky mengatakan, angka kasus demam berdarah tidak bisa dibandingkan dari tahun ke tahun atau dari bulan ke bulan karena penyebaran penyakitnya dipengaruhi kondisi cuaca dan lingkungan.

Baca Juga: Berkicau, Andi Arief Sebut Staf Hasto PDIP Ikut Kena OTT KPK

Menurut keterangan Oky, terkadang, kasus DBD menurun saat kemarau panjang tanpa hujan dan meningkat lagi jika terjadi turun hujan.

Sebaliknya, saat hujan turun terus-menerus, tren kasus juga menurun dan meningkat kembali saat masuk kemarau.

Pihaknya justru mewaspadai peningkatan kasus demam berdarah pada tahun tertentu, di mana lonjakannya terjadi pada tiap lima tahun.

Siklus tersebut, kata Oky, dimungkinkan terjadi tahun ini karena angka terbanyak DBD di Bantul terjadi pada 2016 lalu, yang mencapai 2.441 kasus dalam setahun.

Tahun berikutnya, jumlah kasus kembali menurun ke angka 538 pada 2017, dan 2018 sampai Oktober mencapai 115 kasus.

Baca Juga: KPK Periksa 8 Orang Terkait OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan

"Selama awal tahun ini ada surat dari rumah sakit [informasi DBD] yang masuk tapi belum divalidasi," ungkap Oky, dikutip dari HarianJogja.com -- jaringan Suara.com.

Load More