Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Jum'at, 10 Januari 2020 | 11:40 WIB
Pelaku berinisial Sup diamankan polisi saat konferensi pers di Mapolres Sleman, Selasa (7/1/2020), terkait kasus dugaan pencabulan terhadap 12 siswi di Seyegan, Sleman. - (SUARA/Baktora)

SuaraJogja.id - Setengah dari total 12 siswi SD yang menjadi korban pencabulan Sup (48), guru SD negeri di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, tak diperiksa. Keputusan tersebut dibuat atas dasar pertimbangan psikologis.

Kanit PPA Satreskrim Polres Sleman Iptu Bowo Susilo mengatakan, oknum guru yang juga berstatus PNS atau ASN ini melakukan tindakannya di dua lokasi: tenda kemah dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

"Oknum guru ini melakukan perbuatan cabulnya terakhir dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2019 pada saat siswa melakukan kemah. Kemudian oknum guru ini masuk ke tenda perempuan, kemudian melakukan perbuatan cabul terhadap empat siswa perempuan yang sedang tidur di tenda perempuan di tempat perkemahan Mororejo, Tempel," ujar Bowo, Selasa (7/1/2020), dikutip dari HarianJogja.com -- jaringan Suara.com.

Sebelumnya Sup juga melakukan aksi pencabulan di sekolah, tepatnya di UKS, dengan modus mengajarkan IPA.

Baca Juga: Penyakit Lyme yang Diidap Justin Bieber Disebabkan Oleh Gigitan Kutu

"Di dalam UKS oknum guru berpura-pura mengajarkan mata pelajaran IPA, kemudian mengajarkan tentang reproduksi," jelas Bowo.

Kemudian, pelaku juga mengancam siswi yang menjadi korbannya agar perbuatan bejatnya tidak diceritakan kepada siapa pun.

Jika menceritakan ke orang lain, korban diancam Sup tidak lulus atau diberi nilai C, sampai kejadian tersebut berulang kepada siswi yang lain.

"Yang terakhir itu pada tanggal 13 Agustus 2019 dilakukan pada saat siswa-siswi kemah di Tempel," lanjut Bowo.

Namun, karena takut dan merasakan trauma, keesokan harinya para korban mengadukan aksi bejat Sup kepada seorang guru yang ada di SD negeri tersebut.

Baca Juga: Siwi Sidi Lapor Polisi Usai Dituding Jadi Simpanan Bos Garuda Indonesia

"Sambil menangis mereka menceritakan kejadian yang terjadi pada malam harinya," terang Bowo.

Atas perbuatan bejat Sup, enam dari 12 siswi SD sudah itu dimintai keterangan sebagai korban dari perbuatan cabul yang dilakukan tersangka.

"Korban siswi yang lain sebenarnya ada, kalau misalkan kita melaksanakan proses penyelidikan sejak awal korbannya mencapai 12 orang yang merupakan siswi kelas enam SD," ungkap Bowo.

Kendati demikian, atas pertimbangan psikologis, enam korban yang lain tak bisa dimintai keterangan sebagai saksi dan saksi korban di unit PPA.

"Sedangkan, enam lainnya kita tidak melakukan pemeriksaan karena dari orang tua juga tidak berkenan berdasarkan pertimbangan terhadap aspek psikologis anak, sehingga saksi dan saksi korban ini enam siswi yang sudah kita mintai keterangan sebagai korban cabul saudara Sup," tutur Bowo.

"Empat sudah kita mintai keterangan semua, kemudian ada dua saksi lainnya yang tidak melaporkan juga tetap kita mintai keterangan, jadi totalnya ada enam," imbuhnya.

Sup telah ditetapkan tersangka sejak Rabu (8/12/2019). Ia dikenai pasal 82 ayat 1 dan 2 juncto pasal 76 e UU nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat lima tahun.

Load More