Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 07 Februari 2020 | 15:04 WIB
Ilustrasi klitih - (Suara.com/Iqbal Asaputro)

Pelajar berusia 17 tahun asal Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul itu harus meregang nyawa setelah sempat koma dan mendapat perawatan intensif selama 27 hari di RSUP Sardjito Yogyakarta.

Dio panggilan akrabnya, merupakan korban tewas yang diduga karena kejahatan jalanan tanpa motif alias klitih. Sesaat sebelum kejadian, Dio bersama 27 pelajar lainnya memutuskan berlibur ke Pantai Watulawang Gunungkidul menggunakan motor 14 Desember 2019 lalu. Bersama rombongan pelajar kelas 10 di salah satu STM Depok, Sleman, ia kemudian pulang pukul 14.00 wib.

Belum sampai di rumah masing-masing rombongan tersebut dilempari cat oleh orang tak dikenal dari arah berlawanan di Jalan Siluk-Panggang. Pelempar cat yang diketahui mengendarai motor matik itu lantas mengejar dan membuntuti rombongan Dio. Sesampainya di kawasan Kebon Agung, Imogiri, pelaku tadi menendang stang motor Dio hingga terjatuh. Rekan Dio yang mengetahui rekannya terjatuh langsung menghentikan kendaraan dan meminta warga menolong pelajar 17 tahun ini.

Ibu almarhum, Bidiastuti (39) tak bisa membendung kesedihannya seusai mengetahui anak kedua dari tiga bersaudara itu tewas. Bidiastuti menjelaskan, menurut keterangan dokter Dio mengalami cedera serius di bagian tulang belakang. Dio juga kesulitan bernapas sehingga harus dipasangi ventilator saat menjalani perawatan.

Baca Juga: Keren, Begini Penampakan Tugu Jogja Tanpa Kabel dan Papan Reklame

"Awalnya kami masih bisa berkomunikasi dengan baik usai insiden itu. Dia menceritakan kronologi hingga diserang oleh orang-orang tersebut. Dio ini anaknya anteng, tidak punya musuh dan selalu berbuat baik. Saya terus memantaunya baik di rumah dan sekolah," kata Bidiastuti.

Bidiastuti mengaku sangat terpukul atas tewasnya Dio. Pasalnya ia merupakan anak yang aktif di sekolah. Ia juga paling dekat dengan ibunya. Apalagi, Dio juga memiliki motivasi yang tinggi untuk berlajar dibanding dua saudara kandungnya.

Meski para pelakunya akhirnya tertangkap, ia sangat berharap kepolisian mengusut tuntas insiden kejahatan jalanan yang diketahui banyak dilakukan oleh pelajar tersebut. Hal itu dia minta agar korban tak lagi berjatuhan. Kematian Dio sudah semestinya jadi peringatan dan perhatian untuk semua.

Kembali mencuatnya kasus klitih yang makin meresahkan membuat pihak kepolisian menggiatkan patroli lewat Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD). Patroli malam dilakukan mulai pukul 22.00 hingga 23.00. Sebanyak lebih kurang 40 personel disebar ke berbagai rute yang disinyalir rawan tindak kejahatan jalanan klitih. 

Kapolda DIY, Irjen Pol Asep Suhendar menyebut kekerasan jalanan di Yogyakarta ini diketahui dilakukan oleh para pelajar. Bahkan dari penyelidikan serta pemeriksaan yang dilakukan petugas, kebanyakan remaja tersebut berusia di bawah 18 tahun.

Baca Juga: Sempat Vakum di 2019, Festival Melupakan Mantan Bakal Hadir Lagi di Jogja

Asep yang menggantikan Kapolda DIY lama, Irjen Pol Ahmad Dofiri pada Desember 2019 lalu banyak menerima laporan terkait dugaan kasus penganiyaan tak bermotif ini. Asep menerangkan bahwa sejak Januari 2019 hingga awal Januari 2020 sedikitnya terdapat 40 kasus klitih.

Klitih di Yogyakarta - (Suara.com/Iqbal Asaputro)

"Dari Januari 2019 sampai awal Januari 2020 ada 40 kasus yang dikategorikan sebagai klitih ini. Januari terdata sudah ada lima kasus. Dari Desember hingga Januari, polisi sudah melakukan tindakan represif dengan mengamankan 30 orang lebih (pelaku)," ungkap Asep saat menghadiri Forum Group Discussiion (FGD) yang digelar Polda DIY di Gedung Anton Soedjarwo, kompleks Mapolda DIY, Selasa (4/2/2020).

Asep menjelaskan bahwa dari 40 kasus tersebut, polisi menangkap sejumlah 81 pelaku. Dengan rincian 57 pelaku berstatus pelajar dan 24 pelaku pengangguran.

"Sebanyak 57 pelaku masih pelajar. Nah inilah, lebih kurang 70 persen dilakukan pelajar pada kasus kejahatan jalanan. Dan ini tentu menjadi perhatian lebih bukan hanya polisi namun stakeholder lain termasuk sekolah dan lembaga lain," jelasnya.

Diskusi dengan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X juga dilakukan Polda DIY. Dalam kesimpulannya dengan penyelidikan serta data yang dimiliki polisi saat melakukan pemeriksaan pelaku, remaja tersebut diketahui mengalami masalah di dalam keluarganya, yakni broken home. Perhatian orang tua yang kurang serta kasih sayang yang tidak didapatkan dalam diri anak diduga menjadi salah satu faktornya.

Asep juga tak menampik bahwa kejahatan jalanan yang sedang marak di Yogyakarta ini cukup meresahkan masyarakat. Bahkan ada sebuah ancaman berupa proxy war dimana masyarakat sedang dilemahkan dengan hal tertentu secara tak sadar.

Load More