Scroll untuk membaca artikel
Rima Sekarani Imamun Nissa | Fitri Asta Pramesti
Kamis, 20 Februari 2020 | 08:30 WIB
Ilustrasi Kampung Pitu, Gunung Kidul, Yogyakarta. (Suarajogja.id/Iqbal Asaputro)
Kampung Pitu. (SuaraJogja.id/Asta Pramesti)

"Ya, senang-senang saja, sih. Apalagi di sini ada wifi," kata Roni sambil terkekeh.

Senada, salah satu warga bernama Suhardi mengaku tidak masalah walau harus tinggal di Kampung Pitu. Dia tetap merasa bahagia meski harus meninggalkan desa kelahirannya yang bisa dibilang lebih modern dari tempat tinggalnya kini.

"Saya bahagia tinggal di sini," kata Hardi yang resmi menjadi warga Kampung Pitu setelah menikahi perempuan keturunan Eyang Iro Kromo, Suyanti.

Meski hidup berdekatan dengan sekelumit tradisi yang seram untuk dilanggar dan jauh dari akal sehat, apa yang dilakoni warga Kampung Pitu sejatinya hanya berusaha menjaga keselarasan alam.

Baca Juga: Warga Desa Suka Maju Diganggu Lalat, Sebulan Sulit Tidur hingga Susah Makan

Hasil nyata dari semua ritual, tradisi, pantangan yang ada di Kampung Pitu adalah membuat alam tempat mereka berpijak tetap asri dan lestari.

Load More