SuaraJogja.id - Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Kabupaten Bantul adakan mediasi antara warga Cangkring dengan pemerintah setempat di Ruang Rapat Dispertaru Kabupaten Bantul Kamis (11/3/2020).
Sebelumnya penggarap lahan pertanian pasir di Desa Poncosari, Srandakan Arman Apriyanto dan Maryanto mengajukan keluhan ke DPRD Kabupaten Bantul terkait larangan penggunaan buldoser dalam pengolahan lahan.
Larangan tersebut diduga dilakukan oleh oknum pemerintah desa. Bahkan, saat ini terdapat patok bertuliskan Tanah Kas Desa (TKD) terpasang di lahan pertanian tersebut.
Dalam mediasi tersebut, turut hadir Staff Dispertaru DIY, Dwi Agus. Ia mengatakan bahwa tidak mungkin terjadi penyerobotan tanah Sultan Ground (SG) menjadi tanah kas desa.
"Tidak mungkin ada tanah SG yang diklaim sebagai tanah Kas Desa, karena semua pembagiannya sudah jelas terdapat dalam peta," kata Agus.
Ia menjelaskan bahwa keduanya merupakan milik Kesultanan Ngayogjakarta Hadiningrat. TKD dikuasakan kepada perangkat desa, untuk dimanfaatkan bagi keperluan desa.
Sementara SG dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, dengan syarat memiliki 'kancingan' atau legal form untuk pemanfaatan tanah.
Sejak tahun 2012, SG di wilayah Poncosari sudah masuk dalam sertifikat badan hukum atas nama Kasultanan Hadwijoyo Hadiningrat.
"Kalau patok itu program saya, untuk melakukan pendataan wilayah SG dan TKD," tegas Agus.
Baca Juga: Koalisi Poros Tengah Munculkan Nama Amir Syariffudin Hadapi Pilkada Bantul
Ia menyebutkan bahwa patok yang diduga dipasang oleh perangkat desa, merupakan program dari Dispertaru DIY untuk melakukan inventarisasi tanah yang ditindaklanjuti dengan pengukuran dan pemasangan patok.
Di Desa Poncosari, terdapat tanah SG seluas 127 ha, meliputi kawasan pantai selatan Poncosari, Pandansimo dan perbatasan Sanden.
Sementara TKD seluas 7,4 ha di Dusun Cangkring Selatan Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS). Sejak tahun 2017, sudah ada sertifikat namun belum ada kekancingan.
"Kalau mau mengolah tanah SG harus punya kancingan, kalau belum punya kancingan belum ada hak," kata Agus.
Ia menjelaskan untuk dapat menggunakan tanah SG, harus memiliki kancingan. Jika tidak memiliki kancingan, maka tidak memiliki hak untuk mengolah SG.
Meskipun tanah sudah dikelola oleh warga sscara turun temurun, namun jika tidak memiliki kancingan maka warga tidak memiliki hak pengolahan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
- Nasib Aiptu Rajamuddin Usai Anaknya Pukuli Guru, Diperiksa Propam: Kau Bikin Malu Saya!
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
Pilihan
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Baterai Besar Minimal 6000 mAh, Terbaik September 2025
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Ratu Tisha Lengser: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar PSSI?
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
Terkini
-
Alarm Diabetes RI! Cukai Minuman Manis Jadi Solusi, Kenapa Masih Terus Ditunda Sejak 2016?
-
Warga Jogja Wajib Tahu! Ini Daftar Wilayah Rawan Banjir dan Longsor saat Musim Hujan
-
Krisis Lahan Kuburan, Yogyakarta Darurat Makam Tumpang: 1 Liang Lahat untuk Banyak Jenazah?
-
Korban Keracunan MBG di Yogyakarta Nyaris 1000 Anak, Sultan Akhirnya Buka Suara
-
Peringatan Keras BMKG: Jangan Dekati Pantai Selatan Jogja, Ombak Ganas 4 Meter Mengintai!