SuaraJogja.id - Dengan kondisi geologis yang terbilang rawan gempa, penting bagi Pemda DIY untuk merancang bangunan tahan gempa. Hal tersebut diungkapkan Ahli Kegempaan Tektonik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Gayatri Indah Marliyanti dalam diskusi kebencanaan daring yang digelar Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM, Kamis (4/6/2020).
Tema yang diangkat dalam diskusi kebencanaan kali ini adalah “Refleksi Gempa Bumi Yogyakarta 2006”. Tema tersebut diambil sekaligus untuk memperingati 14 tahun bencana gempa Jogja 2006.
Gayatri menyampaikan banyak hal yang dapat dipelajari dari gempa 14 tahun lalu, tepatnya 27 Mei 2006 tersebut. Gempa kala itu memiliki kekuatan magnitudo 6,3 menurut United States Geological Survey (USGS). Kekuatan dengan skala itu pada umumnya tidak terlalu menyebabkan kerusakan fatal.
Akan tetapi, pada kenyataannya gempa tersebut berdampak besar dengan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan di hampir semua kawasan DIY serta jatuhnya 6.000-an korban jiwa. Gayatri mengatakan, hal itu disebabkan sumber serta kedalaman dari gempa yang dekat.
Baca Juga: Puluhan Remaja Kota Malang Asyik Nongkrong di Kafe, 6 Orang Reaktif
“Sumber gempa berada di daratan di Sesar Opak yang membentang area Yogyakarta diakibatkan subduksi lempeng samudera dan lempeng benua. Serta kedalamannya hanya 12,5 Km di bawah tanah sehingga efeknya mencapai sekitar VI-VII MMI,” ungkapnya dalam rilis yang diterima SuaraJogja.id, Jumat (5/6/2020).
Gayatri menyebutkan, kondisi permukaan tanah Yogyakarta juga memengaruhi dampak kerusakan akibat gempa tersebut. Ia menunjukkan, area Yogyakarta ini berada dalam sebuah cekungan yang membentang dari Pegunungan Kulon Progo dan Pegunungan Selatan. Area ini disebut sebagai Cekungan Yogyakarta.
Namun, cekungan tersebut menurut Gayatri kini telah diisi dengan batuan, pasir, serta tanah dari letusan Gunung Merapi. Kedalaman sedimen lepas ini kurang lebih 50 meter.
“Ketika gempa terjadi, batuan tersebut ikut terkena gelombang amplifikasi, sehingga menyebabkan permukaan di atasnya mengalami goncangan keras, dan hasilnya adalah yang terjadi pada tahun 2006 lalu,” paparnya.
Saat itu tidak ada seorang pun yang menyangka akan terjadi gempa bumi bukan akibat gunung Merapi yang sekuat itu. Kajian geologis kala itu pun belum dapat memprediksi keberadaan sesar yang kini disebut sebagai Sesar Opak ini, sehingga tidak ada yang menduga dapat terjadi gempa.
Baca Juga: Studi: 76 Persen Pasien Covid-19 Membaik setelah Transfusi Plasma
“Setelah gempa terjadi, para akademisi mulai gencar meneliti kembali kondisi geologis daerah Yogyakarta ini. Pencarian literatur kajian lama juga dilakukan, yang akhirnya ditemukan bahwa ini bukanlah gempa pertama yang terjadi di daerah Yogyakarta berdasarkan tulisan dari seorang penelti asal Belanda. Sudah puluhan kali terjadi gempa dengan skala yang beragam selama kurun 200 tahun di Sesar Opak. Salah satunya gempa besar yang terjadi pada tahun 1867 yang mencapai VIII MMI,” ungkapnya.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Tak Ada Refleksi 14 Tahun Gempa, Bantul Tetap Ziarah Korban Tanpa Identitas
-
Kenang 14 Tahun Gempa Jogja, Film Pendek 05:55 Cocok untuk Ditonton Lagi
-
Refleksi 14 Tahun Gempa Jogja, BPBD Bantul: Masyarakat Jangan Lengah
-
Geger Isu Tsunami Usai Gempa Jogja, Netizen: Bapakku Lari Sampai Cilacap
-
3 Rekaman Video Mengenang Gempa Jogja 14 Tahun Silam, Situasi Menegangkan
Terpopuler
- Ogah Ikut Demo Besar-besaran Ojol di Jakarta 20 Mei, KBDJ: Kami Tetap Narik Cari Rezeki!
- 10 Mobil Bekas di Bawah Rp100 Jutaan: Kabin Lapang, Keluaran Tahun Tinggi
- 8 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Vitamin C, Ampuh Hilangkan Noda Hitam
- 7 Sunscreen Mengandung Salicylic Acid, Ampuh Atasi Jerawat dan Kulit Berminyak
- Kritik Suporter PSS ke Manajeman Viral, Bupati Sleman: Ya Harus segera Berbenah
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP Samsung Rp 3 Jutaan RAM 8 GB Terbaik Mei 2025, Performa Handal Memori Lega
-
5 Rekomendasi Sunscreen Terbaik: Cocok untuk Semua Jenis Kulit, Cegah Penuaan Dini
-
Ratusan Pengusaha Tekstil Tolak Keras BMAD Benang Impor, Ancaman PHK Massal di Depan Mata!
-
Sah! Prabowo Tunjuk Petinggi TNI Jadi Bos Bea Cukai
-
Cerita Driver Ojol Ungkap Penghasilan: Dulu Rp 500 Ribu Per Hari, Sekarang Babak-belur
Terkini
-
Pastikan Tak Ada Unsur SARA di Perusakan Nisan Makam, Polda DIY Beberkan Motif Pelaku
-
Remaja 16 Tahun Hancurkan Makam di Kotagede: Polisi Dalami Motif, Dugaan Gangguan Jiwa Jadi Sorotan
-
UMR Naik, Tarif Ojol Tetap Stagnan? Ribuan Ojol di Jogja Geruduk Kantor Gubernur
-
Sleman Pintar Plus Plus: Cara Cerdas Atasi Kemiskinan Lewat Pendidikan Tinggi & Magang
-
4 Rekomendasi Mobil Bekas di Jogja di Bawah Rp70 Juta, Cocok untuk Bapak-bapak Antar Istri Belanja