SuaraJogja.id - Tanpa dokumentasi visual, rangkaian sejarah Keraton Jogja akan terasa kurang mengena bagi generasi masa kini. Namun, masalah itu tak pernah muncul karena Kesultanan Yogyakarta sudah mempunyai fotografer sejak zaman dahulu kala.
Meski begitu, sebelum ada fotografi, dokumentasi visual di Keraton Yogyakarta dilakukan dengan cara yang lebih rumit. Seperti diungkapkan akun resmi @kratonjogja, Selasa (16/6/2020), "Dokumentasi visual di Keraton Yogyakarta berkembang sekitar abad ke-19 atau era pemerintahan Sri Sultan HB VI."
Kala itu, karya seni luki baru mulai masuk ke Keraton. Menurut @kratonjogja, sebagian besar seni lukis yang ada merupakan karya Raden Saleh.
Namun pada saat yang hampir bersamaan, seni fotografi mulai berkembang. Nama yang terlibat di balik fotografi Keraton Jogja di masa itu adalah Simon Willem Camerik dan Kassian Cephas.
Kasian Cephas diketahui adalah fotografer profesional pertama di Indonesia. Fotografer pribumi Jawa ini dulunya magang di Keraton Jogja di bawah bimbingan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) VI, yang bertakhta pada 1855 sampai 1877.
"Seiring perkembangan zaman, fotografi dilakukan secara mandiri oleh kerabat sultan. Bahkan Sri Sultan HB IX dan Sri Sultan HB X tercatat sebagai fotografer," lanjut @kratonjogja.
Di zaman yang lebih modern, kegiatan dokumentasi visual makin berkembang hingga pada 2012 dibentuk Tepas Tandha Yekti, sebuah divisi Keraton Jogja yang bertanggung jawab atas teknologi informasi dan dokumentasi. Namun dulunya divisi ini bertugas khusus untuk pernikahan putri keempat Sri Sultan HB X dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, GKR Hayu, yang kemudian menjadi penghageng tepas tersebut.
"Tepas/divisi ini mulanya bertugas mendokumentasikan upacara pernikahan GKR Hayu dan KPH Notonegoro. Divisi ini bertransformasi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap dokumentasi kegiatan hajad dalem yang digelar keraton baik visual maupun audio visual. Unit ini, beberapa tahun terakhir ini mengawal proses dokumentasi di Keraton Yogyakarta," terang @kratonjogja.
Kini, Tepas Tandha Yekti sudah delapan tahun berdiri. Selain membawahi divisi ini, GKR Hayu sang penghageng sendiri juga terlibat dalam pelestarian budaya melalui seni tari bersama suaminya, KPH Notonegoro, sosok di balik flash mob Beksan Wanara, yang sempat viral di media sosial.
Baca Juga: Wisata Keraton Jogja Tutup Rabu Besok untuk Sambut Raja Belanda
Berita Terkait
-
Gara-Gara Pandemi, Wisuda Abdi Dalem Keraton Jogja Dilakukan Bergiliran
-
Mobil yang Ditelantarkan di Eropa dan Amerika dalam Rangkaian Foto
-
Jadi Ikon Kota Jogja, Begini Sejarah Asal Muasal Tugu Pal Putih
-
Yuk, Ikutan Kompetisi Fotografi Virtual
-
Tak Ada Arak-arakan Gunungan, Keraton Jogja Bagikan Ubarampe ke Abdi Dalem
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Kisah Ironis di Jogja: Bantu Ambil Barang Jatuh, Pelaku Malah Kabur Bawa Dompet dan Ponsel
-
Jaga Warga Diminta Jadi Pagar Budaya Penjaga Harmoni Yogyakarta
-
DANA Kaget Spesial Jumat Berkah untuk Warga Jogja: Rebutan Saldo Gratis Hingga Rp199 Ribu!
-
Pengujian Abu Vulkanik Negatif, Operasional Bandara YIA Berjalan Normal
-
Tabrakan Motor dan Pejalan Kaki di Gejayan Sleman, Nenek 72 Tahun Tewas di Lokasi