Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Fitri Asta Pramesti
Jum'at, 10 Juli 2020 | 13:50 WIB
Robertus Robert, Sosiologi UNJ

Robert juga menyorot bagaimana relasi desa dan kota dalam hal produksi dan konsumsi tak lagi saling mengisi karena adanya globalisasi dan intervensi perusahaan-perusahaan asing yang memutus hubungan desa dan kota.

Globalisasi menghambat desa dalam memasok hasil produksinya ke kota. Ia mencontohkan, bagaimana kota kini lebih bergantung pada produk-produk impor.

Menjawab problema ketimpangan dan ketidaksetaraan desa ini Robert mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menguatkan asosiasi-asosiasi politik di desa.

"Cara mendapatkan kesetaraan desa yang lebih luas adalah harus ada syarat politik yang dipenuhi yakni dengan membangun asosiasi-asosiasi politik yang terorganisir," bebernya.

Baca Juga: Hadapi Pandemi, Kepala BKKBN Sebut Pentingnya Membangun Ekonomi Keluarga

Lembaga politik yang terorganisir akan membantu warga desa meningkatkan bargaining position-nya di mata kota atau negara. Membuktikan bahwa desa memiliki posisi yang kuat dan mandiri, alih-alih hanya bergantung pada kota.

Selain itu, desa perlu menjadikan dirinya sebagai life-space yang otonom dengan mengandalkan kedekatannya dengan alam. Menurut Robert, alam akan menjadi kekuatan tersendiri di masa mendatang.

Sekedar informasi, webinar Kongres Kebudayaan Desa yang digelar pada Jumat (9/7) berupaya mengumpulkan dan menawarkan ide tatanan baru Indonesia dari desa.

Desa sebagai satuan pemerintah terkecil di Indonesia, dinilai perlu menjadi titik awal untuk merumuskan tata nilai dan tata kehidupan baru dalam bernegara dan bermasyarakat.

Pun webinar ini diharapkan bisa memberikan gagasan tentang kebijakan dan budaya antikorupsi pada pemerintah serta masyarakat desa.

Baca Juga: New Normal Wabah Corona, WNA Boleh Masuk Indonesia

Load More