Pihaknya sempat mendapat usulan dari salah satu pengunjung yang menginginkan untuk memanen jamu secara langsung. Dikatakan Sutrisno bahwa salah satu kendala utama dalam memanen jamu itu adalah keterbatasan lahan.
Namun pihaknya sudah berkoordinasi dengan warga lain untuk rencananya menyediakan lahan kosong untuk ditanami tanaman obat keluarga (toga). Menurutnya hal itu di sisi lain juga lebih menguntungkan.
"Sebenarnya bisa untung juga, misalnya harga temulawak perkilo Rp. 4.000, dengan membuka kegiatan baru yakni memanen itu tadi bisa kita jual Rp.12.000 dan wisatawan juga senang ada pengalaman dan kepuasan tersendiri," jelasnya.
Tidak hanya di Dusun Kiringan saja, bahkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan tingkat kelurahan untuk meminta desa lain sebagai penyangganya. Bukan untuk dijual perkilo tapi lebih kepada pengalaman wisatanya.
Baca Juga: Beredar Pesan Rantai Operasi Masker Denda Rp250 Ribu, Ditlantas DIY: Hoax
Bukan hanya lahan yang jadi kendala atau kesulitan Sutrisno untuk terus membangun desa wisata itu. Kesulitan lain muncul dari kurangnya partisipasi dari para bapak-bapak dalam memajukan desa wisata jamu ini. Pasalnya sejauh ini hanya ibu-ibu yang menjadi ujung tombak dalam menerima tamu dan segala macamnya terkait dengan desa wisata.
Selama Pandemi Covid-19 Sempat Meroket
Jamu menjadi salah satu produk yang bisa dibilang malah mengalami peningkatan penjualan saat pandemi Covid-19 berlangsung. Meskipun kini penjualan jamu tidak seramai saat awal pandemi Covid-19 muncul tapi kondisi itu tetap disyukuri oleh penjual jamu.
Sutrisno menuturkan bahwa lonjakan permintaan jamu memang sempat terjadi dalam beberapa bulan yang lalu ketika pandemi Covid-19 baru dinyatakan masuk ke Indonesia. Mayoritas masyarakat mencari segala macam usaha untuk tetap sehat, salah satunya dengan mengkonsumsi empon-empon. Itulah yang membuat permintaan jamu meningkat drastis.
"Kalau mulai bulan ini sudah mulai penjualan jamu tidak seramai saat dibandingkan awal-awal pandemi Covid-19. Namun sekitar sebulan yang lalu tergolong sangat tinggi bahkan omzetnya jika ditotal semua dari penjual jamu yang ada naik sampai dengan 100-200%," kata Sutrisno.
Baca Juga: DIY Terbitkan Pergub Protokol Kesehatan, Izin Usaha Dicabut jika Melanggar
Sutrisno bahkan juga membuat satu produk jamu instan dengan embel-embel "Pencegah Virus Corona." Ramuan itu terdiri atas kayu manis, jahe emprit, kunyit, jahe merah, sereh, temulawak dan lainnya.
Berita Terkait
-
Waspada! MUI Ingatkan Pemudik Soal Jamu Gratis Beralkohol Tinggi di Jalur Mudik
-
Nasib Karyawan PT Timah yang Hina Honorer, Kini Jualan Jamu usai Dipecat
-
Gelar Kunjungan Industri, Siswa MAN 2 Bantul Praktik Olah Bandeng Juwana
-
Mempelajari Pembentukan Pulau Jawa di History of Java Museum
-
MAN 2 Bantul Terima Wakaf dari Keluarga Almh Hj. Munifah binti Istamar
Terpopuler
- 3 Klub BRI Liga 1 yang Bisa Jadi Pelabuhan Baru Ciro Alves pada Musim Depan
- 5 Rekomendasi Body Lotion Lokal untuk Mencerahkan Kulit, Harga Mulai Rp17 Ribu
- Cyrus Margono Terancam Tak Bersyarat Bela Timnas Indonesia di Piala AFF U-23 2025
- Rangkaian Skincare Viva untuk Memutihkan Wajah, Murah Meriah Hempas Kulit Kusam
- Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp70 Jutaan: Lengkap dengan Spesifikasi dan Estimasi Pajak
Pilihan
-
Wahana Permainan di Pasar Malam Alkid Keraton Solo Ambruk, Ini Penjelasan EO
-
Nasib Muhammad Ferarri dan Asnawi Mangkualam Lawan MU Masih Abu-Abu, PSSI Angkat Bicara
-
BREAKING NEWS! PSIS Semarang Depak Gilbert Agius, Ini Penyebabnya
-
11 Rekomendasi HP 5G Murah Harga di Bawah Rp 4 Juta Terbaru dan Terbaik April 2025
-
Kafe Bertebaran, Angkringan Bertahan: Kisah Ketahanan Budaya di Jogja
Terkini
-
Sengketa Tanah Mbah Tupon Viral, Polda DIY Periksa Tiga Saksi
-
Niat Nyolong di Sleman, Pria Ini Malah Kena Batunya, Warga Gercep Amankan Pelaku
-
Link DANA Kaget Hari Ini, Bisa untuk Berbelanja Online di Akhir Bulan
-
Lansia di Sleman Membludak, Pemkab Resmikan Sekolah Khusus agar Tetap Produktif
-
'Ora Tak Kasih Tahu Sekarang' Sekda DIY Bungkam Soal Jadwal Baru Pengosongan ABA