SuaraJogja.id - Berkunjung ke daerah pesisir pantai di Cilacap, Butet bercerita mengenai laut sebagai pekarangan masyarakat. Disana, orang bisa menemukan kegembiraan, bersilaturahmi dan berkarya di tempat yang luas tersebut.
Di sana, Butet bertemu dengan kelompok pembuat kapal. Ia mencoba untuk pertama kalinya kapal yang baru dibuat berukuran 20 ton. Duduk di bagian depan kapal, sambil berpegangan Butet menikmati goyangan kapal dan hembusan angin.
Menggunakan kapal, Butet dan rombongannya melintasi daerah nusakambangan. Butet menyebut tempat itu merupakan lokasi pertapaan orang-orang yang sudah kebablasan dan ingin mencari inspirasi menjadi orang baik.
"Saya bersama kawan saya, pembuat kapal. Dia saya kenal sebagai keluarga pembuat kapal, sejak engkongnya, ayahnya sampai dirinya selalu membaut kapal dengan teknik kapal bagan," ujar Butet dalam videonya.
Baca Juga: Suasana Jelang Petang di Kawasan Malioboro Usai Demo Ricuh
Selanjutnya, rekan Butet bernama Agwan menyampaikan bahwa kapal dari bagan merupakan leluhur nenek moyangnya yang berasal dari bagan siapi-api di Riau. Agwan merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang membuat kapal.
Ayah dan kakeknya lahir di Bagan Siapi-api, sementara dirinya lahir di Cilacap. Awalnya sang kakek sendiri membangun sampan terlebih dahulu. Semenjak pindah ke Cilacap keluarganya baru mulai membangun kapal.
Seluruh bagian kapal terbuat dari kayu. Mulanya, ia membuat dari bahan kayu Uli atau yang dikenal sebagai kayu besi. Namun, karena bahan baku semakin langka, ia beralih menggunakan kayu Penggirai dari Kalimantan.
"Kalau kayu Penggirai itu seratnya memang sudah spesial sekali itu. Itu kayu yang istimewa," ujar Agwan.
Untuk membuat bagian lengkungan kapal, diperlukan bagian akar kapal. Sehingga bentuknya seperti asli tanpa buatan. Kapal akan menjadi sangat kuat, jika terkena gelombang apapun tidak akan menyebabkannya patah.
Baca Juga: Dua Unit Damkar Dikerahkan untuk Padamkan Bangunan Terbakar di Malioboro
Agwan menjelaskan jika usia kayu saat ini kelapukannya belum lama. Jika dahulu, kayu berusia sekitar ratusan tahun, namun saat ini kayu belum berusia terlalu lama. Sehingga memiliki tingkat kelapukan yang berbeda.
Berita Terkait
-
Berkeliaran di Natuna Utara Diduga Curi Ikan, 2 Kapal Berbendera Vietnam Berakhir Kayak Gini
-
Sisa Pagar Laut di Tangerang Kembali Dibongkar KKP
-
Ria Ricis Bela Pengunjung Pantai yang Dihina Gegara Berpakaian Rapi: Itu Hak Masing-Masing!
-
Belum Ada Pasal Tipikor Perkara Pagar Laut, Kejagung Kembalikan Berkas Arsin Cs ke Bareskrim
-
MS Seven Seas Voyager Sandar di Celukan Bawang, Perkuat Citra Buleleng Akan Destinasi Kapal Pesiar
Terpopuler
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Robby Abbas Pernah Jual Artis Terkenal Senilai Rp400 Juta, Inisial TB dan Tinggal di Bali
- Profil Ditho Sitompul Anak Hotma Sitompul: Pendidikan, Karier, dan Keluarga
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- Ini Alasan Hotma Sitompul Dimakamkan dengan Upacara Militer
Pilihan
-
Liga Inggris: Kalahkan Ipswich Town, Arsenal Selamatkan MU dari Degradasi
-
Djenahro Nunumete Pemain Keturunan Indonesia Mirip Lionel Messi: Lincah Berkaki Kidal
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Layar AMOLED Terbaik April 2025
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V50 Lite 4G vs vivo V50 Lite 5G, Serupa Tapi Tak Sama!
-
PT LIB Wajib Tahu! Tangan Dingin Eks Barcelona Bangkitkan Liga Kamboja
Terkini
-
Guru Besar UGM Terlibat Kasus Kekerasan Seksual: Korban Pilih Damai, Ini Alasannya
-
Diikuti Ratusan Kuda Seharga Miliaran Rupiah, Keponakan Presiden Prabowo Gelar Pacuan Kuda di Jogja
-
'Beli Mercy Harga Becak': Mantan PMI Bangkit dari Nol, Kini Kuasai Pasar Kulit Lumpia Nasional
-
Kota Pelajar Punya Solusi, Konsultasi Gratis untuk Kesulitan Belajar dan Pendanaan di Yogyakarta
-
Lebaran Usai, Jangan Sampai Diabetes Mengintai, Ini Cara Jaga Kesehatan Ala Dokter UGM