Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 18 Oktober 2020 | 13:10 WIB
Komunitas Sioux saat memberikan edukasi mengenai penanganan terhadap ular. [Dok. Komunitas Sioux]

Kembalikan Ular ke Habitat Aslinya

Setelah menyelamatkan ular yang masuk ke rumah warga, Yayasan Sioux Ular Indonesia tidak akan memelihara ular tersebut terus menerus atau bahkan menjualnya. Pengembalian ular ke habitatnya yang jauh dari pemukiman masyarakat menjadi hal yang rutin dilakukan.

Aji mengatakan biasanya Sioux di daerah Jogja akan melepaskan ular-ular hasil penyelamatan tersebut di sepanjang Sungai Opak dan Sungai Oyo. Ditambah lagi dengan beberapa cagar alam yang memang tidak berdekatan dari aktivitas warga.

"Jadi dari kota pindahkan ke tepi sungai besar karena ular nyaman di tepi sungai. Makanannya masih banyak. Tempat sembunyi dan air juga masih tersedia banyak," terangnya.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jogja Hari Ini, Minggu 18 Oktober 2020

Namun sebelum dilepaskan lagi, ular-ular tersebut akan disimpan dan dirawat terlebih dahulu. Hal itu disebabkan oleh ada beberapa kasus yang ditemukan bahwa ular tersebut dalam kondisi luka-luka saat penyelamatan.

Selain untuk menyembuhkan luka-luka yang ada pada ular, Sioux juga menjadikan ular-ular tersebut sebagai inventaris. Nantinya dari ular yang telah diselamatkam tadi akan dimanfaatkan untuk kepentingan edukasi pembelajaran kepada masyarakat.

"Sebelum dilepas akan dikeep dulu kita tes makan, kalau tidak stres akan kita lepas. Keep tergantung bisa seminggu atau bahkan dua bulan. Nah dari ular rescue yang kita keep ini yang kita manfaatkan untuk edukasi pembelajaran. Jadi kita tidak pernah jual beli. Kalau ada tangkapan baru misalnya cobra, nanti cobra yang lebih dulu ditangkap akan dilepas," ungkapnya.

Terkait dengan populasi ular di Jogja sendiri, kata Aji, secara sekilas masih terhitung aman. Meski tidak pernah menghitung secara persis populasi ular yang ada, hal itu diperkuat dengan pengamatan bahwa perburuan di Jogja masih terbilang belum marak. Setidaknya masih jauh jika dibandingkan dengan yang terjadi di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Dikatakan Aji, sebenarnya perburuan yang dimaksud itu untuk pesanan ular yang akan dikonsumsi. Seperti yang diketahui bahwa di Jogja sendiri juga terdapat beberapa restoran yang menyajikan menu ular.

Baca Juga: Kecelakaan Maut 3 Mobil di Jalan Jogja-Wonosari, 1 Korban Meninggal

Dari permintaan tempat makan itu saja, Aji dapat mengatakan bahwa mereka saat ini tidak lagi mengambil atau meminta stok dari Jogja. Justru permintaan atau pengambilan stok ular itu dari luar Jogja, seperti Ngawi, Kebumen dan Purwokerto.

Aji menyebut konsumsinya pun terbilang besar di masyarakat, bisa mencapai 2000-3000 ekor ular perbulan. Ularnya pun adalah Cobra yang dipercaya dalam pengobatan Cina khasiat empedunya lebih berasa.

"Secara hukum memang tidak ada larangan karena memang bukan hewan yang dilindungi. Cuma ya kita mikir juga kalau lama-lama akan habis juga," ucapnya.

Diakui Aji, kebiasaan orang Jogja saat bertemu dengan ular di tempat tertentu masih terbilang cukup baik. Artinya mereka tidak langsung membunuh ular itu tapi lebih membiarkannya dan berpindah tempat. Berbeda dengan perlakuan orang terhadap ular di Jawa Barat atau di Jakarta yang pasti akan dibunuh karena imagenya sudah negatif.

"Di sini kadang kalau pemancing ketemu ular weling ya milih untuk tidak jadi mancing. Mereka milih untuk pulang karena berpikir pasti akan ada apa-apa. Bagus sebenarnya jadi memang terjaga populasinya," katanya.

Sebenarnya kata Aji, memelihara ular sendiri diperbolehkan. Namun ada empat ular yang saat ini dilindungi di Indonesia dan tidak boleh untuk dipelihara yakni Sanca Bodo (Python bivittatus), Sanca Timor (Python Timorensis), Sanca Bulan (Morelia boeleni) dan Sanca Hijau (Morelia viridis).

Load More