Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 22 Oktober 2020 | 21:25 WIB
Para petani memercikkan cairan pupuk kepada tanaman yang ada di lahan pertanian alami yang berada di Jl. Banjaran Selarong, Waktu Gedug, Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, Kamis (22/10/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Disampaikan Imam, para petani nantinya tidak perlu berkali-kali mencangkul lahannya hanya perlu sekali cangkul lalu dipercik cairan tersebut. Setelah dipercik tanaman diendapkan, kemudian ditanam, saat sudah mulai tumbuh pemercikan akan dilakukan terus selama 15 hari.

Imam menegaskan memang metodenya harus dengan dipercik seperti itu. Sebenarnya kalau pun disiram masih bisa, hanya saja saat ini belum ada tempat menyiram yang bisa digunakan.

Pasalnya tempat yang digunakan menyiram tanaman pun tidak boleh menggunakan alat besi dan semacamnya. Jadi memang harus benar-benar organik, kalaupun ada yang lain yakni tembaga namun harganya cukup merogoh kocek.

"Cairan yang dipercikkan tadi 100 persen organik karena dari bio organik. Itu kita sudah buat biangnya, dari biang itu sudah kita olah sedemikian rupa dengan komposisi dengan 16 bahan alami yang difermentasi hingga minimal 6 bulan, tapi makin lama semakin bagus," ungkapnya.

Baca Juga: Jadi Wilayah Rawan Bencana, Bantul Tetapkan Status Siaga Darurat

Imam menuturkan syarat lain agar pertanian alami ini berhasil adalah dengan tidak menambahkan pupuk sintetis lagi ke dalam lahan tersebut. Menurutnya hal ini yang membuat pengembangan pertanian alami di Guwosari berbeda dengan wilayah lain.

Menurutnya masih banyak di wilayah pertanian lain yang walaupun dengan embel-embel organik namun masih tetap diberikan pupuk sintetis semacam urea dan sebagainya. Hal itu yang tidak berlaku pada lahan pertanian alami seluas 1,5 hektare dengan total jangkauan wilayah mencapai 5,5 hektare tersebut.

"Berbeda dengan pertanian organik lainnya, saat diberikan pupuk organik tapi masih ditolerir 20-30 persen menggunakan urea atau semacamnya. Di sini tidak boleh sama sekali," tegasnya.

Imam menuturkan, nanti ketika dipanen, selain buah tidak ada tumbuhan atau tanaman yang boleh dibawa keluar dari area ladang tersebut. Jadi pohon atau sisa tanaman itu harus dikembalikan lagi di tempat itu.

Tidak harus ditanam lagi tapi minimal ditaruh di ladang itu saja agar dapat menjadi kompos. Sebab tanaman tersebut di dalamnya sudah mengandung mikro organisme yang baik untuk digunakan kembali lagi.

Baca Juga: Jadi Wilayah Hilir, BMKG Minta Masyarakat Bantul Waspadai Dampak La Nina

"Maka kita belajar dari alam betul, itu alasan kita tidak membongkar semua lahan seluas 5,5 hektare tadi secara langsung tapi bertahap. Supaya masyarakat juga tahu, ini hasil yang menggunakan sistem pertanian alami dan ada yang belum," tandasnya.

Load More