Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 10 November 2020 | 15:11 WIB
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Bupati Sleman, Sri Purnono mengunjungi barak pengungsian Glagaharjo, Selasa (10/11/2020). (SuaraJogja.id/HO-Humas Pemkab Sleman)

SuaraJogja.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) mengunjungi barak pengungsian Glagaharjo, Cangkringan Selasa (10/11/2020). 

Dalam kunjungannya itu, selain melakukan dialog dengan warga, Sri Sultan juga sempat meminta pemaparan dari BPPTKG Yogyakarta terkait kondisi dan potensi apabila erupsi Merapi terjadi.

Berdasarkan pemaparan BPPTKG Yogyakarta, selain di wilayah sekitar kali gendol, potensi bahaya juga dimungkinan di wilayah barat Lereng Merapi. 

Menanggapi hal tersebut, Sri Sultan meminta agar semua instansi yang terkait untuk melakukan koordinasi sedini mungkin mengenai ancaman bahaya yang tak terduga saat Merapi mengalami erupsi.

Baca Juga: Ternak Warga Pengungsi Lereng Merapi Dapatkan Terapi Anti Stres

Ia mewanti-wanti jangan sampai penanganan saat erupsi di tahun 2010 terulang kembali.

Tadi kami sudah sampaikan juga letusan ke atas itu ada gas. Wedhus gembel itu kan tidak hanya ke atas semua, tapi juga ke bawah. Sedangkan itu merupakan awan panas, dengan letusan itu tidak hanya ke tenggara, tapi ke barat juga ada. Langkah ini [detail perencanaan skenario baru siapsiaga Merapi] akan menetukan ke sana. Masyarakat harus dipersiapkan diri sewaktu-waktu untuk kosongken, biarpun mungkin sementara ini bahaya masih sampai KRB III ya, 5 Km. Jadi pengalaman ini perlu ditata lebih baik," ucapnya.

Selain meminta instansi terkait menyiapkan detil rencana penanganan bencana, Ia juga meminta agar media memberikan informasi yang proporsional sesuai dengan rekomendasi atau data yang telah diberikan oleh BPPTKG Yogyakarta dan instansi terkait lainnya.

"Kalau begitu, maka pak Bupati [Sleman], warning itu perlu. sehingga paling sedikit di sebelah barat itu ada pemberitahuan sewaktu-waktu. Dilihat nanti dari kubah lava terbentuk, kemungkinan nanti bagaimana? Karena pengalaman kita, ada kekeliruan di TV. Sehingga kami memperkirakan jarak, tapi di tivi itu [radius bahaya] sampai 20 Km, itu menimbulkan kegelisahan rakyat pada waktu itu," ungkapnya.

Ia tidak ingin misinformasi terjadi seperti saat erupsi 2010 lalu yang kemudian membuat masyarakat panik dan kebingungan di tengah bencana.

Baca Juga: Pengungsi Merapi di Barak Glagaharjo Tembus 185 Orang

"Kalau sampai 20 Km, kan rakyat Sleman ngungsi kabeh gitu lo, sebetulnya kan tidak seperti itu, hanya pada waktu itu abu bisa sampai di kota, tapi masalahnya kerikilnya masa sampai 20 Km kan tidak mungkin. Nah saya tidak ingin mengulang kebingungan masyarakat 2010. Sehingga bisa lebih kita persiapkan baik," tambahnya.

Lebih jauh, Sri Sultan juga meminta agar pengaturan warga di pengungsian bisa ditata sedemikian rupa agar tak menimbulkan kecemburuan sosial atau bahkan sentimen tertentu.

"Saya minta Bupati dan Forkominda, tidak ada lagi pengungsian didominasi oleh agama tertentu seperti pada 2010. Sehingga [pengungsi beragama] yang lain tidak boleh masuk. Saya tidak ingin mengulang kejadian itu, saya mohon Bupati maupun Forkominda agar itu tidak terulang. Sehingga terpaksa pengungsian saya pindah, saat itu," pintanya.

"Saya juga mohon pada tim kesehatan, betul-betul memberi perhatian pada pengungsi yang sepuh. Agar pada waktu-waktu tertentu mereka diperiksa betul-betul agar dalam keadaan fit. Dalam arti sehat, namun juga menyangkut protokol kesehatan COVID-19 juga jadi pertimbangan. Jangan sampai di dalam pengungsian timbul masalah baru. Kami mohon ada ruang yang memang dikosongkan, disediakan tempat sewaktu-waktu bisa digunakan [pengungsi] yang kemungkinan positif. Sehingga bisa dikarantina dari awal," jelasnya.

Siapkan barak di Turi dan Pakem

Terkait adanya potensi bahaya di wilayah barat lereng Merapi, Bupati Sleman, Sri Purnomo mengaku sudah menyiagakan dua barak tambahan di Turi dan Pakem untuk mengantisipasi skenario lain yang berubah. 

"Insya Allah apa yang menjadi rekomendasi, kami jalankan, kami siap," terangnya, Selasa (10/11/2020).

Ia sekaligus meminta kepada warga, khususnya di kawasan lereng Merapi sebelah barat, untuk tetap siaga dan stand by di rumah mereka masing-masing. Sembari terus waspada terhadap perubahan aktivitas kegunungapian dan menunggu instruksi dari pemerintah. 

"Jangan mendahului apa yang belum menjadi keputusan pemerintah. Untuk barak yang ada di Pakem, di Turi juga ada. Barak yang ada di Lereng Merapi semua siap," ucapnya, usai mendampingi Gubernur DIY, Sri Sultan HB X meninjau barak pengungsian Balai Kalurahan Glagaharjo.

Sementara itu, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida menjelaskan, saat ini volume kubah lava Gunung Merapi sudah melebihi volume kubah lava erupsi Merapi pada 2006 lalu. Sejak 5 November 2020 aktivitas Merapi terus mengalami peningkatan. 

Meskipun demikian Hanik menyebut, bila laju deformasi Merapi tidak asimtotik atau tidak mengalami percepatan harian, dengan kata lain laju deformasi berlangsung perlahan.

"Dari ditetapkan siaga hingga saat ini, deformasi masih 10 sentimeter. Berbeda dengan 2010 yang setiap harinya bisa mengalami peningkatan signifikan. Perkembangan yang tergolong pelan tersebut, dikarenakan faktor miskin gas. Jika laju deformasi tidak mengalami peningkatan, andai kata ada eksplosif, dapat dipastikan tidak sebesar erupsi 2010," ungkapnya. 

Dari analisis tim BPPTKG, potensi utama bencana erupsi Merapi ada di wilayah Kali Gendol, karena permukaan kawah mengarah ke Kali Gendol. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan, karena adanya deformasi yang mengarah ke barat, membuat wilayah barat juga berpotensi memiliki ancaman bahaya. 

Jika kubah lava sudah terlihat di permukaan, maka BPPTKG baru bisa menghitung terkait kecepatan dan besaran erupsi yang akan terjadi. Bila sudah demikian, maka BPPTKG selanjutnya akan memperbaharui data rekomendasi terkait hitungan kecepatan, volume dan potensi bahaya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More