Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 19 November 2020 | 20:30 WIB
Ilustrasi UMP Jogja. [ Ilustrator / Ema Rohimah]

SuaraJogja.id - Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) 2021 di kabupaten/kota di DIY baru saja ditetapkan.

Pemkot Jogja menetapkan UMK 2021 mendatang sebesar Rp2.069.530 atau naik 3,27 persen persen dari 2020 sebesar Rp2.004.000. Sedangkan DIY 2021 sebesar Rp1.765.000 atau naik 3,54 persen dari 2020 sebesar Rp1.704.608.

Meski ada kenaikan, angka tersebut tidak disepakati Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta. KSPSI menilai, kenaikan tersebut tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) karena hanya didasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan, baik di DIY maupun kabupaten kota.

"Kami secara organisasi baik di Kota/Kabupaten dan Provinsi tetap menolak keras kenaikan upah yang  tidak mencapai KHL," ujar Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta, Deenta Julliant Sukma saat dikonfirmasi, Kamis (19/11/2020).

Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas di Malioboro Tuai Pro Kontra, Ini Kata Dishub Jogja

Menurut Deenta, pandemi yang tidak kunjung usai ini mengakibatkan resesi, termasuk di DIY. Karena itu seharusnya kenaikan UMK/UMP di DIY bisa mencapai KHL.

Dengan demikian daya beli masyarakat bisa meningkat untuk menumbuhkan perekonomian. Selain itu bisa memperbaiki kondisi DIY sebagai daerah yang memiliki tingkat kemiskinan terbesar di Jawa.

"Apalagi tingkat ketimpangan ekonomi Jogja yang besar se-Indonesia," tandasnya.

Deenta menambahkan, bila wali kota ataupun Gubernur DIY akan tetap melanggengkan rezim upah murah, maka kebijakan tersebut dinilai sangat bertentangan dengan amanat konstitusi yang menyebutkan warga negara berhak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak.

Padahal penghidupan yang layak tidak semata-mata hanya cukup makan minum. Namun buruh juga butuh perumahan serta pendidikan yang layak.

Baca Juga: Biennale Jogja XVI Equator #6, YBY Bakal Gandeng Negara di Kawasan Pasifik

Tapi ketika upah yang diberikan rendah di tengah harga tanah dan kredit rumah yang melambung tinggi di Yogyakarta maka pekerja dan buruh di jogja tidak mampu mengakses hunian yang layak. 

Dalam hal pendidikan, buruh juga hanya akan melahirkan pekerja atau buruh lagi. Sebab upah yang rendah berakibat tidak mampunya seorang pekerja/buruh menyekolahkan anaknya hingga lebih dari sebatas SMA/SMK.

"Upah murah atau tidak layak akan berakibat kepada sukarnya seorang pekerja atau buruh keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Dan ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi maupun pidato pelantikan Gubernur DIY yang bertajuk Panca Mulai di tahun 2017," tandasnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More