SuaraJogja.id - Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) 2021 di kabupaten/kota di DIY baru saja ditetapkan.
Pemkot Jogja menetapkan UMK 2021 mendatang sebesar Rp2.069.530 atau naik 3,27 persen persen dari 2020 sebesar Rp2.004.000. Sedangkan DIY 2021 sebesar Rp1.765.000 atau naik 3,54 persen dari 2020 sebesar Rp1.704.608.
Meski ada kenaikan, angka tersebut tidak disepakati Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta. KSPSI menilai, kenaikan tersebut tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) karena hanya didasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan, baik di DIY maupun kabupaten kota.
"Kami secara organisasi baik di Kota/Kabupaten dan Provinsi tetap menolak keras kenaikan upah yang tidak mencapai KHL," ujar Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta, Deenta Julliant Sukma saat dikonfirmasi, Kamis (19/11/2020).
Menurut Deenta, pandemi yang tidak kunjung usai ini mengakibatkan resesi, termasuk di DIY. Karena itu seharusnya kenaikan UMK/UMP di DIY bisa mencapai KHL.
Dengan demikian daya beli masyarakat bisa meningkat untuk menumbuhkan perekonomian. Selain itu bisa memperbaiki kondisi DIY sebagai daerah yang memiliki tingkat kemiskinan terbesar di Jawa.
"Apalagi tingkat ketimpangan ekonomi Jogja yang besar se-Indonesia," tandasnya.
Deenta menambahkan, bila wali kota ataupun Gubernur DIY akan tetap melanggengkan rezim upah murah, maka kebijakan tersebut dinilai sangat bertentangan dengan amanat konstitusi yang menyebutkan warga negara berhak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak.
Padahal penghidupan yang layak tidak semata-mata hanya cukup makan minum. Namun buruh juga butuh perumahan serta pendidikan yang layak.
Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas di Malioboro Tuai Pro Kontra, Ini Kata Dishub Jogja
Tapi ketika upah yang diberikan rendah di tengah harga tanah dan kredit rumah yang melambung tinggi di Yogyakarta maka pekerja dan buruh di jogja tidak mampu mengakses hunian yang layak.
Dalam hal pendidikan, buruh juga hanya akan melahirkan pekerja atau buruh lagi. Sebab upah yang rendah berakibat tidak mampunya seorang pekerja/buruh menyekolahkan anaknya hingga lebih dari sebatas SMA/SMK.
"Upah murah atau tidak layak akan berakibat kepada sukarnya seorang pekerja atau buruh keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Dan ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi maupun pidato pelantikan Gubernur DIY yang bertajuk Panca Mulai di tahun 2017," tandasnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik