Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Sabtu, 05 Desember 2020 | 07:20 WIB
Deretan makanan khas Bantul dilombakan dalam Festival Cita Rasa Masakan Khas Projotamansari di wisata Kolam Renang Tirtamansari, Kabupaten Bantul, Jumat (4/12/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Harum masakan serta bunyi bumbu yang ditumis meramaikan wisata kolam renang di Tirtamansari, Kabupaten Bantul, Jumat (4/12/2020) siang. Puluhan ibu-ibu muda dan paruh baya unjuk gigi membuat makanan di ajang Festival Cita Rasa Masakan Khas Projotamansari.

Seorang ibu muda 35 tahunan, Maisyaroh, dengan cekatan mencampur bahan makanan berupa lele dan bumbu khusus untuk menciptakan makanan khas mangut lele pada festival itu.

Tak hanya Maisyaroh, ibu-ibu lainnya menumis sejumlah potongan bawang dan mencampurkan bihun untuk membuat mie lethek.

Adapun ibu-ibu sekitar 46 tahun, Sulastri, dengan lihainya mengolah dan menyajikan daging kambing yang ia tusukkan dengan tangkai bambu. Sulastri menyajikan sate klathak, yang sangat terkenal di Yogyakarta.

Baca Juga: Marak Politik Uang Jelang Pilkada, JCW Beri Bawaslu Bantul Kerupuk Melempem

Sulastri dan Maisyaroh adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ikut meramaikan ajang festival tersebut. Mereka bersama 78 orang lainnya berharap, dengan adanya ajang festival itu, makanan khas Bantul bisa lebih dikenal dan membangkitkan ekonomi mikro yang terdampak langsung oleh pandemi Covid-19.

"Hampir delapan bulan lalu, pendapatan kami turun drastis. Pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi ekonomi kami, terutama UMKM," ujar Maisyaroh, ditemui saat acara berlangsung.

Ia menceritakan, sebelum pandemi, dirinya bisa menjual mangut lele yang dia kemas dengan mika plastik sebanyak 10 porsi. Satu porsi diisi 2 sampai 3 lele, lengkap dengan sambal dan lalapan.

Dewan juri menyicipi masakan peserta Festival Cita Rasa Masakan Khas Projotamansari di wisata Kolam Renang Tirtamansari, Kabupaten Bantul, Jumat (4/12/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

"Saya menjual secara online. Jadi ketika ada orderan, saya buatkan dan saya kirim. Jadi bumbu [mangut] dan lelenya saya pisah. Nah saat Pandemi, hampir tidak ada yang memesan. Ada yang pesan, tapi sehari hanya 1-2 pembeli," keluhnya.

Hal senada diungkapkan Sulastri. Wanita asal Pundong itu tak menampik bahwa resto kecil miliknya sangat sepi pembeli. Padahal, usaha sate klathak yang ia cetuskan awal Januari 2020 lalu itu merupakan usaha baru bagi dia dan keluarga.

Baca Juga: 80 Orang Terjangkit Leptospirosis, 1 Warga Bantul Meninggal Dunia

"Hitungannya saya baru mulai berbisnis dengan anak dan suami saya. Malah ada Covid-19, sehingga usaha saya jadi seret. Meski begitu, saya tetap bertahan meski harus ngutang dulu," ujar Sulastri.

Berusaha dan sabar tetap membuka usaha, Sulastri juga memanfaatkan jualan secara online. Hal itu dia lakukan agar perputaran uang tetap berjalan dan bisa menghidupi keluarganya.

Berjibaku hampir sembilan bulan sejak Maret-November, usaha sate klathaknya kembali pulih. Walau sedikit pendapatan, tetapi Sulastri tetap bersyukur.

Dewan juri menyicipi masakan peserta Festival Cita Rasa Masakan Khas Projotamansari di wisata Kolam Renang Tirtamansari, Kabupaten Bantul, Jumat (4/12/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

"Alhamdulilah ketika Pemda DIY mulai melonggarkan aturan jam buka toko, akhirnya ada sedikit pemasukan. Resto yang sebelumnya sempat berhenti, kami buka lagi. Namun menjual secara online tetap kami lakukan," ujar dia.

Adanya festival kuliner seperti ini dianggap sebagai promosi oleh Sulastri. Beberapa food blogger, masyarakat umum, termasuk media, diundang untuk kembali membangkitkan ekonomi warga kecil yang sempat terpuruk.

"Saya melihat bahwa festival seperti ini sebagai ajang promosi. Sebenarnya kuliner di Bantul itu banyak dan festival ini sekaligus promosi kepada masyarakat, menurut saya ajang ini sangat baik untuk UKM," terang ibu dua anak tersebut.

Festival yang digelar oleh Dyah Novie's Project (DNP) bekerja sama dengan IPAS itu mengahadirkan 80 peserta dari pelaku usaha UMKM Perempuan.

Sebanyak tujuh menu makanan dilombakan bagi masyarakat dan pelaku usaha yang ingin bergabung. Ketujuh makanan tersebut merupakan masakan khas Bantul seperti, Gudeg Manggar, Ingkung, Mangut Lele, Sate Klathak, Bakmie Pecel, Mides serta Mie Lethek.

Selain lomba memasak, bazar juga disediakan di festival tersebut. Terdapat 40 pelaku usaha yang bergabung di dalam bazar itu.

Founder DNP Dyah Heningtyas Noviani menuturkan bahwa festival ini untuk mendorong UMKM perempuan terus berinovasi di tengah kondisi Covid-19.

"Justru di tengah pandemi ini perempuan terutama ibu-ibu bisa berinovasi. Salah satunya ada yang menjual makanan secara online. Dia bisa memasak dan menawarkan di media sosial. Nah festival ini menjadi wadah bagi mereka untuk mengenalkan makanan yang mereka promosikan," ujar dia.

Makanan yang dipamerkan akan dinilai oleh dewan juri yang terdiri dari perwakilan dinas, food blogger, photo food blogger, serta tokoh masyarakat yang bergerak di bidang kuliner di Bantul. Selanjutnya, dari hasil penilaian, akan dipilih satu pemenang dari setiap menu makanan yang dilombakan.

Novie berharap, adanya festival makanan khas Bantul ini lebih mengenalkan kepada dunia.

"Banyak sekali makanan khas Bantul yang diracik dengan bumbu yang enak. Artinya, makanan seperti ini kami dorong untuk lebih dikenal lebih luas bahkan jika bisa sampai seluruh dunia," terang Novie.

Load More