SuaraJogja.id - Ketika harga cabai yang mulai merangkak naik jelang libur natal dan tahun baru (nataru) petani cabai di Kecamatan Mlati, Sleman justru mengeluhkan produksi cabainya yang menurun. Hal itu disebabkan karena serangan hama Anthraknosa yang datang setiap musim hujan tiba.
Salah satu petani cabai di Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Ngadiman (60) mengatakan produksi cabainya sudah menurun sejak intensitas hujan mulai meningkat pada bulan November lalu. Sejak itu hama yang sering disebut patek oleh warga sekitar muncul dan menggerogoti tanaman cabai.
"Kalau banyak hujan, cabai selalu kena hama patek. Ya bisa sampai cabainya mati dan gagal panen," ujar Ngadiman, saat ditemui SuaraJogja.id, di sawahnya, Selasa (15/12/2020).
Ngadiman tidak memungkiri semenjak serangan patek tersebut produksi cabainya menurun. Padahal seharusnya masa-masa sekarang ini adalah musim panen yang baik untuk petani cabai.
Baca Juga: Sambut Natal, PSS Sleman Berbagi Kebahagiaan dengan Anak-anak Disabilitas
Disampaikan Ngadiman, jika sebelumnya dalam kondisi normal sekali petik di lahannya seluas 2.000 meter ia bisa menghasilkam 1,5 kuintal. Sekarang tanaman cabainya dibiarkan begitu saja atau tidak dipanen sama sekali karena sudah seluruhnya terkena patek.
"Saat ini sudah tidak metik lagi mas. Kalau dijual ya juga sudah tidak laku. Walaupun sebenarnya masih bisa dikonsumsi," ucapnya.
Ngadiman mengaku sudah melakukan berbagai cara untuk mengantisipasi datangnya hama patek tersebut setiap musim penghujan. Salah satunya dengan rutin menyemprot tanaman cabai setelah diguyur hujan.
"Disemprot itu biasanya tiap pagi setelah malam hujan tapi ya itu susah kalau hujannya terus-menerus kayak beberapa hari lalu," tuturnya.
Ngadiman menyampaikan bahwa sebenarnya masih ada beberapa pihak yang mau membeli cabai yang sudah terkena patek. Semisal penjual mi ayam dan bakso, walaupun memang tidak semua hanya beberapa saja.
Baca Juga: Sirekap Sempat Eror, KPU Sleman Tetap Rapat Pleno Rekapitulasi Hitung Suara
Selain itu harga yang diterima pun lebih rendah dibandingkan dengan harga cabai normal di pasaran. Walaupun kata Ngadiman rasanya tetap sama-sama pedas harga yang diberikan hanya separuh harga normal bahkan bisa lebih rendah.
"Tapi memang kelemahan cabai yang sudah kena patek ini lebih cepat busukknya. Jadi itu juga pertimbangan pembeli, soalnya satu sampai dua hari saja sudah membusuk setelah dipetik," ungkapnya.
Disinggung soal upaya Pemkab, ia mengaku Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman sebenarnya sudah pernah melakukan pendampingan. Terkait dengan upaya untuk membantu petani mengantisipasi kehadiran patek dengan memberikan sejumlah obat-obatan.
"Sudah pernah ada pendampingan dan diberi obat tapi memang tidak manjur. Ya mungkin kalau mau manjur obatnya tidak ada hujan," kelakarnya.
Saat ini Ngadiman memilih mengganti sebagian lahannya dengan tanaman kacang tanah. Menurutnya daripada lahannya kosong dan sembari menunggu musim penghujan selesai tidak ada salahnya mengisinya dengan tanaman lain.
"Ini saya tanami kacang tanah sekarang ya daripada tanah kosong. Kalau soal penjualan ya rugi tidak untung juga tidak. Kalau kacang aman dari hama tapi itu tadi kalau untung pun tidak banyak," tandasnya.
Petani cabai lainnya, di Dusun Nglarang, Desa Tlogoadi, Mlati, Sleman, Ipul (57) menyampaikan hal sama. Hawa patek yang selalu datang ketika musim hujan masih menjadi momok untuk tanaman cabai miliknya.
"Padahal harga cabai sedang naik, tapi malah produksinya turun karena patek. Kemarin waktu panen bagus harganya yang anjlok," keluh Ipul.
Menurutnya sudah berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi patek muncul. Namun tetap saja patek masih selalu datang dan mengurangi bahkan tak jarang menggagalkan panen cabainya.
"Sebenarnya saya perkiraan hujan baru akan turun sekitar bulan Desember ini seperti tahun kemarin tapi ternyata meleset. Ya sudah mau gimana lagi, besok rencana saya rombak," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Lumbung Pangan Group Luncurkan Beras Premium dari Hasil Petani Lokal
-
Rekening Pengepul Susu Diblokir Karena Tunggak Pajak, Anak Buah Sri Mulyani Klarifikasi Ini
-
Legislator PKB Gus Rivqy Beberkan Keluhan Petani ke Menteri BUMN Erick Thohir, Begini Isinya!
-
Prabowo-Gibran Diuji, Nasib Petani Tembakau di Ujung Tanduk Aturan Rokok Baru
-
Prabowo Bakal Terbitkan Perpres Pemutihan Utang untuk 6 Juta UMKM dan Petani
Terpopuler
- Mahfud MD Sebut Eks Menteri Wajib Diperiksa Kasus Judol Pegawai Komdigi, Budi Arie Bilang 'Jangan Kasih Kendor'
- Rocky Gerung Spill Dalang yang Bongkar Kasus Judi Online Pegawai Komdigi
- Kejanggalan Harta Kekayaan Uya Kuya di LHKPN KPK, Dulu Pernah Pamer Saldo Rekening
- Berani Sentil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Segini Harta Kekayaan Melly Goeslaw
- Bak Gajah dan Semut, Beda Citra Tom Lembong vs Budi Arie Dikuliti Rocky Gerung
Pilihan
-
Pindad Segera Produksi Maung, Ini Komponen yang Diimpor dari Luar Negeri
-
Petinggi Lion Air Masuk, Bos Garuda Irfan Setiaputra Ungkap Nasibnya Pada 15 November 2024
-
Profil Sean Fetterlein Junior Kevin Diks Berdarah Indonesia-Malaysia, Ayah Petenis, Ibu Artis
-
Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
-
Bakal Dicopot dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Siapa yang Dirubah Engga Tahu!
Terkini
-
PR Poros Maritim Prabowo: Belajar dari Ketahanan ala Jenderal Soedirman
-
Fokus Isu Anak dan Perempuan, Calon Bupati Sleman Kustini Bahas Pembangunan Nonfisik dengan DPD RI
-
Dari Rumah Sakit Hingga Penggergajian Kayu: Reka Ulang Pengeroyokan Remaja Bantul Ungkap Fakta Mengerikan
-
Ferry Irwandi vs Dukun Santet: Siapa Surasa Wijana Asal Yogyakarta?
-
Terdampak Pandemi, 250 UMKM Jogja Ajukan Hapus Hutang Rp71 Miliar