Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 07 Januari 2021 | 20:32 WIB
Kawasan Tugu Pal Putih sudah bebas dari kabel-kabel di udara, Selasa (15/12/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Sebagai pengganti pembatasan sosial bersakala besar (PSBB) Jawa-Bali atau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), yang dicanangkan pemerintah pusat, DIY memilih untuk membuat kebijakan Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM).

Pemda DIY pun menerbitkan Instruksi Gubernur No 1/INSTR/2021 tentang Kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat di DIY untuk menindaklanjuti pemberlakuan PPKM Jawa-Bali pada 11-25 Januari.

Dalam instruksi gubernur tersebut, dilansir HarianJogja.com -- jaringan SuaraJogja.id, terdapat delapan poin pokok.

Pertama, membatasi tempat kerja atau perkantoran untuk menerapkan work from home (WFH) 50%. Kebijakan ini berbeda dari kebijakan pemerintah pusat, yakni 75% WFH. Menurut Sekda DIY Baskara Aji, jumlah pegawai di instansi, baik organisasi perangkat daerah (OPD), instansi vertikal, dan swasta di DIY selama ini menggunakan sistem penghitungan pegawai minimal, sehingga pelayanan tidak optimal jika pegawai yang melakukan WFO hanya 25 persen.

Baca Juga: PPKM dan PSBB Apa Bedanya? Ini Penjelasan dari Pemerintah

Kedua, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring.

Ketiga, sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100% dengan pengaturan jam operasional, kapasitas dan penerapan protokol kesehatan lebih ketat.

Keempat, membatasi kapasitas restoran maksimal 25% dan pembatasan jam operasional pusat perbelanjaan maksimal pukul 19.00 WIB. Hal ini juga berlaku untuk destinasi wisata.

Kelima, kegiatan konstruksi bisa dilaksanakan 100% dengan protokol kesehatan lebih ketat.

Keenam, penggunaan tempat ibadah diperbolehkan dengan kapasitas maksimal 50% dan penerapan protokol kesehatan lebih ketat.

Baca Juga: Mendagri Resmi Terbitkan Instruksi Pembatasan Kegiatan di Seluruh Jawa-Bali

Ketujuh, menerapkan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan di wilayah masing-masing.

Kedelapan, memerintahkan pemerintah desa atau kalurahan untuk melakukan pencegahan penularan Covid-19 dan menyampaikan laporan ke bupati-wali kota.

Pemerintah Pusat hanya menentukan tiga kabupaten di DIY yang perlu menerapkan pembatasan, yakni Sleman, Kulon Progo dan Gunungkidul. Namun, instruksi gubernur ini mengatur semua kabupaten dan kota di DIY.

Sebelumnya diberitakan SuaraJogja.id, menurut Aji, penerapan PTKM dengan kearifan lokal berkaitan dengan keterlibatan masyarakat di tingkat bawah seperti RT/RW dalam menjaga wilayahnya masing-masing seperti yang dilakukan pada awal munculnya kasus COVID-19 di DIY tahun lalu.

Titik-titik perbatasan wilayah DIY dengan daerah lain seperti Jateng pun akan diawasi. Setiap kabupaten/kota harus mengawasi pengunjung yang keluar masuk DIY.

"Pembatasan otomatis berlaku. Jateng, yang berbatasan langsung dengan DIY, tentu akan berkurang [pergerakan masyarakatnya] karena ada pembatasan di wilayah masing-masing. Tidak perlu kita cegat, tetapi mereka sudah tidak bisa dengan adanya pembatasan. Apalagi syarat surat tes swab antigen tetap diberlakukan," paparnya.

Bila nantinya ada yang melanggar PTKM, maka Pemda DIY sudah menetapkan aturan pemberian sanksi. Sanksi disesuaikan dengan aturan yang sudah dibuat Pemda DIY.

"Sanksi diberlakukan di kabupaten/kota. Kita persilakan bupati, wali kota mengatur ini dalam bentuk instruksi atau surat edaran," tandasnya.

Load More