Dua syarat tersebut harus tercantum dalam kemasan mereka demi memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Syarat memenuhi SNI memang harus dilalui terlebih dahulu sebelum akhirnya bisa dipasarkan secara bebas sama seperti garam garam dari Pantura ataupun daerah lain.
"Padahal untuk mengurus kedua syarat tersebut biayanya tidak sedikit. Dan kami kayaknya tidak mampu kalau tidak dibantu,"ungkapnya.
Kendati belum berlabel SNI, namun dalam 1,5 tahun produksi mereka nekat mengedarkan atau menjualnya di sekitaran Kanigoro. Hanya saja, garam yang mereka jual masih dalam kemasan curah alias dibungkus plastik biasa tanpa label dengan ukuran 1 kg ataupun 2 kg.
Rencana pemerintah yang akan melakukan impor garam sebenarnya membuat mereka galau. Para petani garam di Kanigoro tetap berharap ada prioritas bagi para petani garam lokal yang ingin memasarkan produknya. Mereka berharap diberi kemudahan untuk masuk ke pasar.
Baca Juga: Pelaku Pariwisata Gunungkidul yang Daftar Vaksinasi Belum Capai 10 Persen
Di samping itu, pemerintah juga harus memberikan empati terhadap para petani garam dengan mengalokasikan anggaran untuk membantu para petani garam mendapatkan garam sesuai standar SNI. Berbagai persyaratan untuk mengedarkan garam harus dipermudah atau disubsidi agar mereka bisa memenuhinya.
"Pemerintah juga harus membantu kami agar garam produksi kanigoro bisa masuk ke pasar yang lebih luas lagi,"harapnya.
Sukidi mengakui sebenarnya para petani garam di Pantai Dadap Ayu ingin kembali memproduksi garam usai vakum hampir 1 tahun lamanya tidak berproduksi. Para petani menghentikan produksinya usai pemerintah melarang adanya kerumunan massa karena khawatir pandemi Covid19 menyebar.
Mereka berencana produksi kembali usai Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DIsperindag) Gunungkidul memberikan bantuan pompa air untuk mengganti pompa yang rusak karena lama tidak digunakan. Apalagi UGM telah membantu mereka melakukan uji laboratorium kandungan NaCl pada garam mereka.
"Kami juga berharap ada pelatihan pengepakan dan pemasaran. Selama ini pelatihannya baru sebatas produksi saja, belum sampai ke pengemasan,"keluhnya.
Baca Juga: Pura-Pura Buka Usaha AC, Pria Gunungkidul Gelapkan Mobil Ratusan Juta
Garam dijadikan wahana wisata edukatif
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi HP Samsung Murah Rp2 Jutaan: RAM Gede, Kamera Terbaik
- Cari Mobil Bekas Harga Rp35 Jutaan? Ini Rekomendasi Terbaik, Lengkap dengan Spesifikasinya!
- Dulu Hanya Sultan yang Sanggup, Kini Jadi Mobil Bekas Murah: Ini Deretan Sedan Mewah Kelas Atas
- 8 Mobil Bekas Murah 7 Seater Rp60 Jutaan, Pajaknya Lebih Murah dari Yamaha XMAX
- 5 HP Redmi Murah RAM 8 GB, Harga Sejutaan di Mei 2025
Pilihan
-
Puan Tolak Relokasi Warga Gaza, PCO: Pemerintah Cuma Mau Mengobati, Bukan Pindahkan Permanen
-
Wacana 11 Pemain Asing di Liga 1 Dibandingkan dengan Saudi Pro League
-
Dewi Fortuna di Sisi Timnas Indonesia: Lolos ke Piala Dunia 2026?
-
7 Rekomendasi Sunscreen Terbaik, Super Murah Pas buat Kantong Pelajar
-
Mitsubishi Xpander Terbaru Diluncurkan, Ini Daftar Pembaruannya
Terkini
-
Dua Laga Penentu Nasib PSS Sleman, Bupati Sleman Optimistis Super Elja Tak Terdegradasi
-
Segera Klaim! Ada 3 Link Saldo DANA Kaget, Bisa Buat Traktir Ngopi dan Nongkrong Bareng Teman
-
Banyak yang Salah Kaprah, UGM Pastikan Kasmudjo Dosen Pembimbing Akadamik Jokowi
-
Amankan Beruang Madu hingga Owa dari Rumah Warga Kulon Progo, BKSDA Peringatkan Ancaman Kepunahan
-
Polemik Lempuyangan: Keraton Bantu Mediasi, Kompensasi Penggusuran Tetap Ditolak Warga