"Pemerintah juga harus membantu kami agar garam produksi kanigoro bisa masuk ke pasar yang lebih luas lagi,"harapnya.
Sukidi mengakui sebenarnya para petani garam di Pantai Dadap Ayu ingin kembali memproduksi garam usai vakum hampir 1 tahun lamanya tidak berproduksi. Para petani menghentikan produksinya usai pemerintah melarang adanya kerumunan massa karena khawatir pandemi Covid19 menyebar.
Mereka berencana produksi kembali usai Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DIsperindag) Gunungkidul memberikan bantuan pompa air untuk mengganti pompa yang rusak karena lama tidak digunakan. Apalagi UGM telah membantu mereka melakukan uji laboratorium kandungan NaCl pada garam mereka.
"Kami juga berharap ada pelatihan pengepakan dan pemasaran. Selama ini pelatihannya baru sebatas produksi saja, belum sampai ke pengemasan,"keluhnya.
Garam dijadikan wahana wisata edukatif
Sementara itu sulitnya memasarkan produk garam lokal juga dirasakan warga Kalurahan Purwodadi.
Diketahui warga setempat saat ini tengah berupaya menghidupkan kembali pembuatan garam yang mandeg selama 30 tahun. Melalui fasilitasi dari DKP setempat, akhirnya mereka membuat setidaknya 36 panel garam dan 1 panel limbah air garam. Panel panel garam ini mereka rintis sejak awal Januari 2021 yang lalu.
Sedikit demi sedikit mereka mulai memproduksi garam seperti dalam pelatihan yang mereka terima dari DKP. Kendati sudah memproduksi, namun sadar dengan kondisi pasar saat ini yang berat, mereka pun mengubah orientasi bukan lagi untuk produksi massal dan dijual bebas, tetapi hanya untuk wisata edukasi (Eduwisata).
"Kalau mau dijual bebas, syaratnya cukup berat. Ya yang kami bidik bukan lagi garam dijual konsumsi, tetapi untuk wisatawan. Misalnya wisata penelitian ataupun studi banding, itu saja," terang Ulu-ulu Kalurahan Purwodadi, Suroyo.
Baca Juga: Pelaku Pariwisata Gunungkidul yang Daftar Vaksinasi Belum Capai 10 Persen
Kendati demikian, para petani garam di Kalurahan Purwodadi tetap memiliki mimpi untuk bisa memasarkan garam mereka secara massal. Namun mimpi tersebut terasa kian jauh karena rencana pemerintah akan mengimpor garam dalam jumlah yang banyak membuat mereka khawatir, produksi garam mereka akan sia sia.
Di lahan sekitar 6.000 meter persegi yang mereka kelola, warga sebenarnya sudah berusaha keras untuk mendapatkan garam berkualitas tinggi. Saat ini kandungan garam yang mereka produksi sudah mencapai 94,7 %, tentu angka tersebut ada di bawah standar SNI yaitu 97,7 %
"Ya kami masih berambisi mampu mencapai standar SNI sehingga garam dari Purwodadi bisa dijual bebas,"tandasnya.
Kontributor : Julianto
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Mengulik Festival Angkringan Yogyakarta 2025, Dorong Transformasi Digital Pasar dan UMKM Lokal
-
Ironi Distribusi Sapi: Peternak NTT Merugi, Konsumen Jawa Bayar Mahal, Kapal Ternak Jadi Kunci?
-
Rejeki Nomplok Akhir Pekan! 4 Link DANA Kaget Siap Diserbu, Berpeluang Cuan Rp259 Ribu
-
Petani Gunungkidul Sumringah, Pupuk Subsidi Lebih Murah, Pemkab Tetap Lakukan Pengawasan
-
Makan Bergizi Gratis Bikin Harga Bahan Pokok di Yogyakarta Meroket? Ini Kata Disperindag