Senada, Ketua Forum Petani Kalasan, Janu Riyanto menyebut bahwa burung pipit atau emprit itu memang cukup merugikan petani. Pasalnya rombongan burung emprit kerap memakan bulir padi yang masih tergolong muda.
"Kami mempunyai pendapat bahwa burung emprit sangat merugikan petani. Burung emprit memakan bulir padi yang masih muda," kata Janu.
Bahkan, kata Janu, tidak jarang petani harus menunggu tanaman padinya di sawah agar tidak menjadi santapan burung pipit. Para petani tidak ingin hasil panen padinya terus berkurang.
"Untuk menghalau [burung pipit] petani harus merugi waktu. Ya untuk menunggu padi yang belum masak dari pagi hingga sore. Saat ini burung emprit sudah di atas ambang batas, kasihan petani keluar biaya banyak untuk bisa panen," ucapnya.
Baca Juga: Masjid Agung Sleman Siap Jadi Lokasi Imunisasi COVID-19
Sementara itu Pakar dan pengamat burung dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Pramana Yuda menuturkan bahwa burung pipit selama ini memang sudah dianggap sebagai hama padi. Namun demikian belum terdapat kajian lebih lanjut terkait tingkat kerugian yang ditimbulkan.
"Selama ini memang kita mengangap burung pipit telah menjadi hama padi. Namun belum ada kajian yang mendalam seberapa tingkat kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan. Hal ini mestinya dijawab dulu, sebelum memutuskan perlu dikendalikan dengan penangkapan," jelas Yuda.
Menurut Yuda, petani sebenarnya sudah cukup pandai dalam menghadapi hama burung dengan memedi sawah dan lainnya. Hingga sekarang juga ada pemasangan jaring yang berada di atas sawah untuk meminimalisir serangan burung pipit.
Beberapa tempat di Bali, kata Yuda, dapat digunakan sebagai percontohan perihal kontrol populasi burung pipit. Di sana petani justru membuat sarang buatan untuk burung pipit, lalu setelah menetas kemudian dipanen.
Burung pipit yang dipanen itu nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat. Walaupun memang sekarang praktik ini juga sudah mulai jarang dilakukan.
Baca Juga: Gelandang Anyar Persib Farshad Noor Bertolak ke Sleman pada 26 Maret
"Cara terakhir ini contoh bentuk kontrol populasi. Cara-cara sejenis bisa dikembangkan bersama dengan petani, tidak perlu dibasmi," ujarnya.
Berita Terkait
-
Masjid Agung Sleman: Pusat Ibadah, Kajian, dan Kemakmuran Umat
-
Libur Singkat, Ini Momen Bek PSS Sleman Abduh Lestaluhu Rayakan Idulfitri Bersama Keluarga
-
Gustavo Tocantins Beri Sinyal Positif, PSS Sleman Mampu Bertahan di Liga 1?
-
Dibayangi Degradasi, Pieter Huistra Bisa Selamatkan Nasib PSS Sleman?
-
Hasil BRI Liga 1: Drama 5 Gol, Persis Solo Kalahkan PSS Sleman
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
IHSG Anjlok 8 Persen, Saham NETV Justru Terbang Tinggi Menuju ARA!
-
IHSG Terjun Bebas, Hanya 15 Saham di Zona Hijau Pasca Trading Halt
-
Tarif Impor Bikin IHSG Babak Belur, Bos BEI Siapkan Jurus Jitu Redam Kepanikan Investor
-
Harga Emas Antam Terpeleset Lagi Jadi Rp1.754.000/Gram
-
'Siiiu' Ala Zahaby Gholy, Ini Respon Cristiano Ronaldo Usai Selebrasinya Dijiplak
Terkini
-
Anomali Libur Lebaran: Kunjungan Wisata Gunungkidul dan Bantul Turun Drastis, TWC Justru Melesat
-
Gunungkidul Sepi Mudik? Penurunan sampai 20 Persen, Ini Penyebabnya
-
Kecelakaan KA Bathara Kresna Picu Tindakan Tegas, 7 Perlintasan Liar di Daop 6 Ditutup
-
Arus Balik Pintu Masuk Tol Jogja-Solo Fungsional di Tamanmartani Landai, Penutupan Tunggu Waktu
-
AS Naikan Tarif Impor, Kadin DIY: Lobi Trump Sekarang atau Industri Indonesia Hancur