SuaraJogja.id - Warga Padukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan melakukan aksi penolakan terhadap lahan yang diduga akan dibangun menjadi pabrik pengolahan sampah. Aksi dilakukan dengan pengumpulan tandatangan oleh warga dari lima RT di Padukuhan Ngablak disertai penyerahan Kartu Keluarga penolak yang akan diajukan kepada pihak kelurahan.
Menanggapi penolakan tersebut, Kepala Balai Pengelolaan Sampah DLHK DIY, Jito menjelaskan apabila kebutuhan lahan untuk mengelola sampah di DIY sangat mendesak, apalagi pemerintah wajib menyediakan lahan untuk pengelolaan sampah tersebut. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi warga, pemerintah tentu takkan lepas tangan dan akan mencari solusi terbaik.
"Ini kan kebutuhan yang mendesak soal sampah ini. Antara warga dan pemerintah kedepannya akan dicarikan solusi yang terbaik. Terutama tempat pengelolaan sampah akhir ini harus ada dan dikelola bersama antara warga dan pemerintah," jelasnya, Selasa (18/5/2021).
Selain menguntungkan bagi semua pihak, tempat pengelolaan sampah juga harus ditentukan berdasarkan ketentuan teknisnya. Misalnya bebas dari banjir, tata ruang dan sebagainya. Namun, sampai saat ini pihaknya belum tahu pasti dimana lokasi pengelolaan sampah akhir dengan teknologi pemusnahan sampah tersebut akan didirikan.
Baca Juga: Sentil Isu Sampah di Piyungan Lewat Lagu, Ini Alasan BEM KM UGM
Kajian untuk dampak dari penggunaan teknologi tersebut sendiri sudah dilakukan sejak 2019 bekerjasama dengan Bapenas dan Kemenkeu. Bahkan, kajian juga sudah disampaikan kepada Jito dalam tahap final. Ia mensyaratkan jika mesin atau pihak manapun yang memenangkan lelang tersebut akan membangun mesin yang ramah terhadap lingkungan.
"Sudah dikaji bekerjasama dengan Bapenas dan Kementerian Keuangan sejak tahun 2019," terangnya.
Ia lebih jauh menerangkan Pemerintah Provinsi DIY memang berencana untuk membangun pengelolaan sampah dengan teknologi pemusnahan sampah. Rencana tersebut dilakukan melihat kondisi TPST Piyungan yang kini makin overload.
Jito menjelaskan, karena teknologi pengelolaan sampah yang ingin digunakan cenderung mahal, sehingga pemerintah akan bekerjasama dengan badan usaha. Sementara untuk lokasinya, merupakan kewajiban dan kewenangan Dinas PUSDM untuk menyediakannya.
"Ya kita lihat dulu, yang namanya sampah memang harus dikelola oleh semua pihak," terang Jito.
Baca Juga: Buat Lagu "Negeri Istimewa", BEM KM UGM Soroti Kondisi TPST Piyungan
Mengancam sumber mata air warga
Juru bicara warga, Maryono mengatakan bahwa lahan hijau dekat dengan Padukuhan Ngablak yang akan digunakan sebagai pabrik pengolahan atau pemrosesan sampah. Warga dari lima RT yang ada mengaku tidak berkenan dan menolak aktivitas tersebut. Awalnya, warga mengetahui lokasi hanya akan dibangun pabrik.
"Boleh silahkan, tapi (lahan) yang ada di sebelah timur. Yang kemarin sudah ada perluasan," ujar Maryono.
Ia menjelaskan jika lokasi lahan hijau yang diduga akan digunakan sebagai tempat pengelolaan sampah memiliki dua sumber air yang digunakan oleh warga. Sehingga masyarakat sekitar khawatir jika lokasi tersebut digunakan sebagai pabrik sampah akan mencemari sumber air dan akhirnya tidak bisa digunakan lagi.
Alasan lainnya warga menolak aktivitas tersebur, yakni trauma akan bau gas metan yang saat ini sudah tercium sampai ke kediaman mereka. Maryono mengatakan, dengan adanya TPST Piyungan yang selama ini digunakan sebagai tempat pengelolaan akhir membuat warga mencium gas metan yang menyengat.
Keberadaan pabrik baru disekitar pemukiman warga dikhawatirkan akan menambah bau yang sudah ada. Selanjutnya, saat musim hujan sendiri warga juga kerap kebagian air limbah yang merembes ke pemukiman warga. Hal itu sebenarnya sudah disampaikan kepada pemerintah, namun belum menemukan titik terang.
"Kami sudah menyampaikan beberapa, tapi belum ada suatu solusi yang semuanya bisa nyaman," imbuhnya.
Dengan berbagai permasalahan yang belum menemukan solusi, Maryono menegaskan jangan sampai pembangunan pabrik pengolahan sampah akan menambah masalah. Tahap pertama penolakan, dilakukan dengan pengumpulan tandatangan yang akan diserahkan ke kelurahan sebagai bukti penolakan.
Sebelumnya, Maryono dan perwakilan warga juga sudah dua kali melakukan mediasi dengan pihak kalurahan namun belum menemukan solusi. Jika setelah aksi tersebut tidak ada titik temu, Maryono berencana melanjutkan aksinya le Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bahkan sampai ke Sultan HB X selaku Gubernur DIY.
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Daftar Petinggi Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM), Viral Usai Video Razia RM Padang
- Penampilan Happy Asmara Saat Manggung Jadi Omongan Warganet: Semakin Hari Kelihatan Perutnya...
- Kecurigaan Diam-diam Paula Verhoeven sebelum Digugat Cerai Baim Wong: Kadang Chat Siapa Sih?
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
Pilihan
-
Kondisi Sepak Bola NTT, Dapil Anita Jacoba Gah yang Kritik Naturalisasi Timnas Indonesia
-
4 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Juta RAM 8 GB Terbaik November 2024
-
Ekonomi Kaltim Tumbuh Stabil 5,52 Persen YoY, Sektor Listrik dan Gas Melonjak 18,74 Persen
-
Trump Menang Pilpres AS, Beli Saham Ini Sejak 6 Bulan Lalu Bisa Cuan 191 Persen
-
Ini Kriteria UMKM yang Utangnya di Bank Bisa Dihapus
Terkini
-
Diduga Lakukan Politik Uang Jelang Pilkada, Singgih dan Istri Dilaporkan ke Bawaslu Kota Yogyakarta
-
Diminta Tak Tergesa-gesa, DPRD Kota Jogja Minta Wacana Buang Sampah Berbayar Dikaji Lagi
-
DLH Wacanakan Buang Sampah Berbayar di Kota Jogja, Caranya Bagaimana?
-
Perintis Kuliner Mangut Lele Mbah Marto Ijoyo Meninggal Dunia
-
Beberkan Urgensi Wacana Buang Sampah Berbayar, DLH Kota Jogja: Agar Masyarakat Bertanggungjawab