Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 17 Juni 2021 | 09:50 WIB
Dinas Kesehatan Bantul mendengarkan paparan dari Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat Rembug Stunting Kabupaten di Kantor Kompleks Pemkab Bantul, Rabu (16/6/2021). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Kasus stunting di Kabupaten Bantul pada tahun 2021 meningkat cukup signifikan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul tak menampik kenaikan kasus ini disebabkan karena faktor pandemi Covid-19.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menjelaskan, pada 2020 lalu Pemkab mencatat terdapat sekitar 1.850 bayi yang mengalami stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang pada 1.000 hari pertama.

"Tahun 2020 terjadi 1.850-an bayi stunting. Angka itu termasuk besar. Karenanya, perlu dilakukan langkah yang lebih sistematis, memadukan antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karena OPD memiliki karakter program dan kegiatan yang bisa menanggulangi stunting. Tidak mungkin penanggulangan stunting dibebankan ke Dinkes saja," jelas Halim saat membuka kegiatan Rembug Stunting Kabupaten Bantul di Kompleks Kantor Pemkab Bantul, Rabu (16/6/2021).

Halim menuturkan, banyak faktor yang menyebabkan angka kasus stunting di Bantul bertambah, selain karena adanya pandemi Covid-19, pernikahan dini juga harus diantisipasi.

Baca Juga: Hingga Pertengahan Juni, Bantul Masuk dalam Zona Risiko Tinggi Penyebaran Covid-19

"Pernikahan dini harus dihindari, karena ada Undang-Undang mengenai pernikahan. Kedua persiapan generasi yang belum matang secara biologis dan psikologis. Ini juga berpengaruh pada anak yang akan dilahirkan. Ini perlu sosialisasi dan penyadaran masyarakat," jelas Halim.

Terpisah, Kepala Dinkes Bantul, Agus Budi Raharja mengaku bahwa sejak 2016-2019 kasus stunting selalu turun. Mulai dari angka 10,98 persen (2016) turun menjadi 7,73 persen (2019).

"Pada 2020 itu naik lagi hingga 9,74 persen dengan jumlah sekitar 1.850-an kasus," kata Agus ditemui di Kantor Kompleks Pemkab Bantul.

Agus menjelaskan pada 2021 hingga Februari lalu terjadi kenaikan hingga 10,6 persen. Sehingga ini harus menjadi perhatian serius oleh Pemkab Bantul.

"Ini menjadi warning, karena mungkin implikasi dari pandemi, salah satunya terkait dengan angka stunting yang merangkak naik. Rembug stunting menjadi penting. Kami coba intervensi dengan komprehensif, agar itu bisa terjadi penurunan," katanya.

Baca Juga: Pedagang Rasakan Efek Demam Usai Divaksin AstraZeneca, Begini Kata Dinkes Bantul

Faktor gizi makanan, kata Agus menjadi salah satu yang menjadi penyebab dari meningkatnya kasus stunting tersebut.

"Data kami menunjukkan signifikansi paling banyak terkait makan yang kurang kepada anak dan kenaikan berat badan, ini menjadi problem. Sebetulnya urusan indeks makanan atau nutrisi itu perlu ada perhatian. Jika turun atau sama ada penyakit atau tidak, kemungkinan kenaikan berat badan ini," kata Agus.

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif juga menjadi kunci utama pada masa bayi. Agus menilai jika hal itu masih sering terabaikan oleh orang tua bayi.

"Padahal sebetulnya bayi sampai 6 bulan cukup dengan ASI saja. Asal konsumsi gizi si ibu baik, termasuk asi rutin sesuai kebutuhan bayi," jelas dia.

Agus mengatakan dalam Rembug Stunting yang dilakukan, Dinkes bersama jajaran OPD lain akan mendorong kader dan petugas kesehatan baik di tingkat posyandu dan kabupaten mengawal para orang tua.

"SDM dari kami (Dinkes) sudah dibekali keterampilan, ada sekitar 12.000 orang. Mereka melakukan dari pemantauan, mengidentifikasi dan melaporkan ke puskesmas untuk dikonsultasikan kepada kami. Selanjutnya Dinkes mengambil langkah dengan tindak lanjut jika itu perlu dilakukan secara lebih profesional misal harus ada dokter anak, atau dokter spesialis lainnya," jelas Agus.

Load More