SuaraJogja.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman menyebutkan, ada sejumlah kematian terjadi kepada pasien positif COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri (isoman).
Kepala Dinkes Sleman Joko Hastaryo mengatakan, kematian isolasi mandiri pasien COVID-19 dimungkinan karena beberapa faktor. Terkait dengan itu, Pemkab menilai perlu ada penguatan edukasi ke tengah masyarakat mengenai epidemiologis dan klinis COVID-19 varian terbaru.
Secara epidemiologis, sejak munculnya COVID-19 varian baru, bila ada sejumlah orang antre, kumpul-kumpul sebentar tapi melepas masker, maka mereka bisa tertular COVID-19.
"Sementara secara klinis, lompatan kondisi pasien dari OTG ke gejala berat lalu kritis, atau isoman lalu meninggal dunia itu bisa terjadi. Kalau sekarang bisa karena menunggu RS yang sedang penuh. Tapi ada juga yang ogah dibawa ke RS, karena mengira hanya flu biasa," tutur Joko, dalam jumpa pers daring, Rabu (30/6/2021).
Baca Juga: Viral Pria di Sleman Bunuh Diri karena Covid-19, Polsek Gamping Beri Penjelasan Ini
Dalam kasus pasien COVID-19 varian lama, gejala ringan menuju ke gejala berat akan terjadi secara bertahap. Sementara pada pasien COVID-19 gejala terbaru, dari tanpa gejala tahu-tahu gejala berat itu banyak terjadi.
"Itu agak berisiko bila penanganan COVID-19 yang terlambat," ungkapnya.
Berkaca pada kondisi itu, masyarakat perlu mengetahui bahwa isolasi mandiri diperuntukkan bagi pasien COVID-19 bergejala ringan. Sedangkan perawatan di RS diperlukan bagi pasien berat dan kritis. Yaitu, kalau mengalami saturasi oksigen turun menjadi 90-95 untuk kategori berat. Saturasi di bawah 90 untuk kategori kritis.
"Hanya saja, kondisi tersebut tetap harus diukur dengan alat," kata Joko.
Selain itu, perlu juga diketahui kondisi pernapasan pasien, terlebih pasien yang nafasnya tersengal. Cara termudah mengeceknya, dengan mendekatkan jari ke lubang hidung, lalu menghitung tarikan serta hembusan nafas.
Baca Juga: Cara RS di Sleman Antisipasi Krisis Oksigen: Keliling Tiap Hari dan Berbagi Antar RS
"Kalau normal itu 22 kali per menit, 22-30 kali itu [gejala] sedang. Kalau dalam satu menit lebih dari 30 sudah termasuk berat. Lebih dari 40 itu sudah kritis. Bila nafas sampai dibantu nafas dari mulut, itu sudah gejala sedang-berat," kata dia.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Duet Elkan Baggott dan Jay Idzes, Prediksi Susunan Pemain Timnas Indonesia vs China
- 27 Kode Redeem FF Terbaru 17 Mei: Klaim Diamond, Token, dan Skin Cobra MP40
- Penampilan Syahrini di Cannes Mengejutkan, Dianggap Berbeda dengan yang di Instagram
- 8 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Vitamin C, Ampuh Hilangkan Noda Hitam
- Ditegur Dudung Abdurachman, Hercules Akhirnya Minta Maaf ke Gatot Nurmatyo dan Yayat Sudrajat
Pilihan
-
PSSI Bongkar Alasan Tak Panggil Elkan Baggott meski Sudah Sampai di Bali
-
Kurator Didesak Penuhi Hak Karyawan PT Sritex, Tagihan Pembayaran Capai Rp 337 Miliar
-
Menelisik Kinerja Emiten Kongsian Aguan dan Salim
-
Mudah Ditebak, Ini Prediksi Starting XI Timnas Indonesia vs China
-
Muhammadiyah dan BSI Rujuk?
Terkini
-
Bantah Imbas Pilkada, Bupati Sleman Rombak Ratusan Pejabat: Saya Butuh Orang Kompeten
-
Komitmen DIY Genjot Industri Cetak, Jogja Printing Expo 2025 Digelar Ciptakan Persaingan Sehat
-
Hujan Badai Hantam Sleman, Pohon Tumbang Timpa Rumah dan Sekolah, Ini Lokasinya
-
Sri Sultan HB II Layak Jadi Pahlawan Nasional, Akademisi Jogja Ini Ungkap Alasannya
-
Punya 517 Posyandu di Jogja yang Sudah Layani Bayi serta Lansia, Target ILP Capai 83 Persen