SuaraJogja.id - Rektor Universitas Indonesia atau Rektor UI Ari Kuncoro telah mundur dari jabatan Wakil Komisaris Utama atau Komisaris Independen PT BRI. Surat pengunduran diri tersebut telah diterima Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Kamis, 22 Juli 2021. Rektor sejumlah universitas juga diketahui punya jabatan rangkap, melihat kondisi ini Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) beberkan sejumlah sorotan penting.
Direktur PSHK FH UII Allan F.G Wardhana mengungkapkan, ruang pengaturan larangan terhadap rangkap jabatan rektor perguruan tinggi sendiri diletakkan dalam statuta perguruan tinggi yang ditetapkan dengan peraturan Menteri atau peraturan pemerintah (PP). Hal ini didasarkan oleh ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mendelegasikan pengaturan Statuta Perguruan Tinggi, ditetapkan dengan peraturan Menteri dan Statuta Perguruan Tinggi berbadan hukum ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Lalu, peraturan Menteri dan peraturan pemerintah merupakan produk hukum yang dibentuk secara tunggal oleh pemerintah.
"Diletakkannya pengaturan statuta perguruan tinggi lewat peraturan menteri atau peraturan pemerintah,membuka celah lebar bagi pemerintah untuk melakukan otak-atik terhadap pengaturan rangkap jabatan rektor perguruan tinggi," kata dia, Jumat (23/7/2021).
Menurut Allan, kondisi tersebut bisa dilihat dari praktik pengesahan PP 75/2021, yang menggantikan aturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI (PP 68/2013). Secara umum, bahwa Rektor Perguruan Tinggi yang bersangkutan saat masih berlakunya PP 68/2013, ternyata telah menjadi Komisaris di salah satu perusahaan milik negara.
"Fakta tersebut sejatinya telah melanggar Pasal 35 huruf c PP 68/2013 yang menyatakan bahwa rektor dilarang menjabat pada BUMN/BUMD/ataupun swasta," urainya.
Namun, akhirnya pada PP 75/2021 yang mengganti PP 68/2013 telah mempersempit larangan tersebut, yang hanya melarang jabatan direksi pada BUMN/BUMD/Swasta. Praktik yang dilakukan rektor dengan melakukan rangkap jabatan seakan telah dilegalkan. Padahal, pengesahan PP 75/2021 oleh Presiden tidak bisa dilepaskan dengan isu rangkap jabatan yang sebelumnya dilarang
Bidan Riset dan Edukasi PSHK UII Ahmad Ilham Wibowo menerangkan, terbukanya celah lebar otak-atik pengaturan rangkap jabatan rektor perguruan tinggi dalam praktiknya telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pengaturan rangkap jabatan rektor di pendidikan tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak seragamnya pengaturan rangkap jabatan rektor di perguruan tinggi.
Misalnya, larangan rangkap jabatan rektor diberlakukan hanya terhadap jabatan direksi di badan usaha. Hal ini diberlakukan di UGM (PP 67/2013) dan UI (PP 75/2021). Lalu larangan rangkap jabatan rektor diberlakukan baik di jabatan komisaris dan direksi pada perusahaan. Hal ini antara lain diberlakukan di UNS (PP 56/2020), Undip (PP 52/2015), dan Unand (Permendikbud 47/2013).
"Adanya ketidakseragaman tersebut, menimbulkan ketidakpastian hukum terkait jabatan apa saja yang sebenarnya tidak boleh dirangkap oleh rektor pada perguruan tinggi di Indonesia," tutur Ilham.
Baca Juga: Baru Diresmikan, Shelter Isolasi UII Kedatangan 8 Pasien OTG
Ilham menambahkan, perguruan tinggi memiliki otonomi, untuk mengelola sendiri lembaga mereka sebagai pusat penyelenggaraan Pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat. Rektor di dalamnya memiliki posisi strategis, dalam menentukan penyelenggaraan dan pengelolaan suatu perguruan tinggi yang salah satunya diwujudkan lewat kewenangan mengeluarkan kebijakan maupun peraturan di perguruan tinggi.
"Dengan adanya ketentuan PP 75/2021 yang kemudian melegalkan praktik rangkap jabatan rektor sebagai komisaris, padahal dalam PP 68/2013 ketentuan tersebut telah secara tegas dilarang, hal ini secara tidak langsung membuka ruang lebar intervensi terhadap rektor," tegasnya.
"Bahwa ketentuan ini secara tidak langsung membuka ruang lebar intervensi terhadap rektor dengan diberikannya jabatan ganda sehingga berpotensi mempengaruhi rektor dalam melaksanakan penyelenggaraan dan pengelolaan di pendidikan tinggi secara otonom," lanjut Ilham.
lham menegaskan, pemberlakuan PP 75/2021 yang melegalkan rektor perguruan tinggi merangkap jabatan komisaris tidak berlaku surut. Artinya, PP 75/2021 tidak bisa dijadikan alasan pembenar terhadap praktik rangkap jabatan yang telah dilakukan rektor sebelum PP 75/2021 ini dibentuk. Karena sejatinya yang berlaku adalah PP 68/2013 yang di dalamnya melarang rektor untuk melakukan rangkap jabatan.
Menyikapi atas adanya persoalan itu, PSHK UII memiliki sejumlah rekomendasi. Pertama, pengaturan larangan rangkap jabatan rektor di perguruan tinggi perlu diatur dalam produk hukum setingkat undang-undang. Kedua, Presiden tetap menegakkan aturan yang telah dilanggar oleh rektor yang bersangkutan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 35 huruf c PP 68/2013 serta ke depan, Presiden harus melihat konteks pembentukan peraturan yang diajukan kepada Presiden, sehingga anggapan bahwa Presiden melakukan upaya legitimasi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oknum tertentu dengan cara merubah peraturan perundang-undangan tidak terjadi lagi.
Ketiga, perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang membuka ruang pengaturan rangkap jabatan rektor di perguruan tinggi lewat peraturan Menteri atau peraturan pemerintah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
'Jangan Main-main dengan Hukum!' Sultan HB X Geram Korupsi Seret Dua Mantan Pejabat di Sleman
-
Rektor UII Pasang Badan: Jamin Penangguhan Penahanan Aktivis Paul yang Ditangkap di Yogyakarta
-
Sisi Gelap Kota Pelajar: Imigrasi Jogja Bongkar Akal-akalan Bule, Investor Bodong Menjamur
-
Jejak Licik Investor Fiktif Yordania di Jogja Terbongkar, Berakhir di Meja Hijau
-
Waspada! BPBD Sleman Ingatkan Bahaya Cuaca Ekstrem di Oktober, Joglo Bisa Terangkat Angin