SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM Zaenur Rohman menyebut komentar Presiden RI Jokowi Widodo terkait pemberhentian 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini mencerminkan lemahnya komitmen mengenai pemberantasan korupsi di negaranya.
Padahal menurut Zaen, langkah KPK memecat 57 pegawainya itu sudah bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 26/2021 tentang hak uji materi. Di sana telah jelas bahwa memang putusan MA tersebut memberi kewenangan tindak lanjut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada pemerintah bukan kepada KPK.
"Sayangnya komentar Presiden terakhir, Presiden tidak mau bersikap dengan mengatakan 'jangan apa-apa presiden'. Terlihat bahwa Presiden tidak mengetahui bahwa putusan MA memberi kewenangan tindak lanjut hasil TWK kepada pemerintah, bukan kepada KPK. Sayang sekali Presiden tidak mengetahui bahwa presiden lah yang diberi kewenangan," kata Zaen saat dikonfirmasi awak media, Kamis (16/9/2021).
Menurut Zaen, keputusan MA memberikan kewenangan tersebut kepada presiden berkaitan dengan pelaksanaan TWK sendiri, tepatnya sebagai satu proses untuk alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sedangkan presiden adalah pembina tertinggi bagi kepegawaian ASN, sehingga akhirnya kewenangan itu oleh MA diserahkan kepada pemerintah.
"Siapa itu pemerintah? Presiden sebagai kepala pemerintahan, pembina tertinggi kepegawaian," ucapnya.
Komentar yang diutarakan Jokowi itu, kata Zaen, selain menunjukkan ketidaktahuan ,sekaligus menunjukkan lemahnya komitmen pemberantasan korupsi oleh presiden.
"Sikap lembek Jokowi ini bukan yang pertama. Misal dulu Jokowi menjanjikan Perpu untuk membatalkan RUU KPK tapi tidak jadi. Dan dalam TWK alih status pegawai KPK, Jokowi juga pernah berpidato agar TWK tidak seharusnya tidak menjadi alasan pemecatan. Tapi ternyata pada akhirnya Presiden tidak bersikap dan buang badan," tegasnya.
Zaen juga melihat bahwa akibat dari pemberhentian 57 pegawai KPK tersebut menjadikan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin suram.
Baca Juga: Nilai Pemecatan 57 Pegawai KPK Tak Sesuai Putusan MA, Pukat UGM: Tindakan Sewenang-wenang
"Saya melihat akibat pemberhentian ini pemberantasan korupsi di Indonesia semakin suram. Orang-orang terbaik yang selama ini membongkar kasus besar disingkirkan dengan tuduhan tidak berwawasan kebangsaan," tuturnya.
Padahal TWK itu sendiri telah dinyatakan oleh Komnas HAM penuh dengan pelanggaran HAM. Selain itu Ombudsman turut menyatakan bahwa banyak terjadi maladministrasi dalam tes tersebut.
"Sedangkan MK dan MA hanya sebatas norma TWK konstitusional dan legal, bukan menguji pelaksanaanya," imbuhnya.
Imbasnya, ditambahkan Zaen, kepercayaan publik terhadap lembaga anti rasuah itu semakin rendah. Terlebih dengan KPK yang semakin dikuasai oleh pimpinan KPK khususnya Firli Bahuri.
"Yang paling berbahaya KPK akan menjadi alat kepentingan tertentu, tidak steril dari intervensi politik. Apapun yang terjadi, perlawanan harus terus dilakukan," ujarnya.
Menurutnya dengan status sudah diberhentikan mulai Oktober mendatang, 57 pegawai KPK tersebut harus terus melakukan perlawanan. Melalui upaya-upaya yang tersedia. Mulai dari pertama melanjutkan sengketa informasi untuk membuka proses, metode, cara, prosedur hingga hasil TWK itu sendiri.
Berita Terkait
-
Nilai Pemecatan 57 Pegawai KPK Tak Sesuai Putusan MA, Pukat UGM: Tindakan Sewenang-wenang
-
Ombudsman RI Serahkan Rekomendasi Soal Maladministrasi TWK Ke Jokowi
-
Abaikan Pemecatan 57 Pegawai KPK, Feri Amsari: Jokowi Tak Pahami Ketatanegaraan
-
Yudi Purnomo: Yang Bisa Memberhentikan Pegawai KPK Hanya Presiden
-
Dipecat dari KPK, Yudi Purnomo: Biasanya Pagi ke Kantor Karena OTT Sekarang Beresin Meja
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- Baru 2 Bulan Nikah, Clara Shinta Menyerah Pertahankan Rumah Tangga
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Nataru Jadi Target: Pedagang Pasar Godean Nekat Pindah Meski Atap Bocor, Ini Alasannya
-
Sempat Dilema, Pemda DIY Gaspol Rencana PSEL untuk Kelola Sampah 1.000 Ton per Hari
-
Kasus Perusakan Polda DIY: Mahasiswa UNY Ditahan, Restorative Justice Jadi Solusi?
-
Rahasia DANA Kaget di Sini, Klik Linknya, Dapatkan Saldo Gratis Sekarang
-
Nermin Haljeta Menggila, PSIM Hancurkan Dewa United di Kandang Sendiri