Scroll untuk membaca artikel
Tim Liputan Khusus
Senin, 20 September 2021 | 13:15 WIB
Suasana salah satu akses jalan menuju Keraton Yogyakarta di Jalan Malioboro, Kota Jogja, Minggu (19/9/2021). tim Suara.com.

Disinggung awal pemanfaatan tanah desa Maguwoharjo hingga berdirinya wahana Jogja Bay, diakui Cahyo, Condrokirono tak begitu aktif. Dian mulai memberikan ide-idenya saat operasional Jogja Bay berjalan. 

Pemilihan lahan desa seluas 77.900 meter persegi itu dia yakini cukup strategis untuk industri wisata. Wilayah yang sebelumnya merupakan lahan kosong ini, tidak dimanfaat secara optimal. Sehingga Cahyo bersama rekan-rekannya yang menjabat posisi tinggi di Jogja Bay memilih tanah desa tersebut.

“Ya kalau kami, pada intinya, izin prosedural saja yang benar, jadi tidak ada yang dilompati. TIdak ada yang dilangkahi dan mengikuti saja semua prosedur,” ujar dia.

Meski begitu, pemilihan tanah desa dirasa lebih mudah dibanding tanah pribadi di sekitar Desa Maguwoharjo. Cahyo tak menampik harganya jauh lebih murah dan tidak sulit dicari. Pihaknya sudah mengincar sedari awal tanah desa tersebut untuk wisata.

Baca Juga: Dua Pekan Beroperasi di Balai Kota Yogyakarta, Mobil Vaksin Imunisasi 50 Orang Per Hari

Selain itu, adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolan Pemanfaatan Tanah Kas Desa menjadi panduan Cahyo menyewa dan memanfaatkan tanah desa untuk keperluan bisnisnya.

Berkaitan harga sewa dan pembayaran tanah desa itu, Cahyo tak bisa membeberkan besarannya. Namun selama pandemi Covid-19 ini, pihaknya berupaya melunasi pembayaran sewa tanah tersebut.

“Tidak hafal (nominalnya). Yang pasti kami membayar sewa itu, meski rasanya pontang-panting. Ini sudah satu tahun tidak bergerak,” ujar dia.

Menurut Kasi Pemerintahan Kalurahan Maguwoharjo Danang Wahyu, sebelum Jogja Bay berdiri, tanah desa itu merupakan lahan kosong yang biasa digunakan untuk kegiatan masyarakat. Lantaran kosong, investor tertarik memanfaatkan untuk berinvestasi.

“Sekarang Pak Lurah dipesankan untuk jaga tanah desa oleh Ngarso Ndalem,” ungkap Danang saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (7/5/2021).

Baca Juga: Wamenkumham Berharap Tahun Ini Kantor Imigrasi Yogyakarta Dapat WBBM

Dugaan keterlibatan keluarga keraton juga terlihat ketika menantu Sultan HB X, KPH Purbodiningrat mengurus izin lingkungan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman.

Dokumen yang tertulis Nomor 000/631 itu memberikan izin tekait Penerbitan Izin Lingkungan PT Taman Wisata Jogja untuk Kegiatan Taman Wisata Air Jogja Bay Waterpark. Berdasarkan dokumen yang dipublikasikan itu, Purbodiningrat diketahui mulai mengurus izin lingkungan pada 8 Juni 2015. Hanya berselang empat hari, DLH Sleman sudah mengeluarkan izin lingkungan pada 12 Juni 2015.

Terkait penerbitan izin lingkungan yang cepat itu, Cahyo mengaku tak begitu paham bagaimana prosesnya. Menurutnya, sudah ada rekannya yang mengurus sendiri izin tersebut.

“Soalnya izin yang ngurus teman-teman sendiri,” ujar dia.

Kepala Bidang Tata Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Sugeng Riyanto membeberkan dalam proses penerbitan izin lingkungan, pengusaha atau pemrakarsa harus memulai dari izin pendahulu seperti kesesuaian tata ruang. 

“Di Sleman ini dikenal dengan Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT). Setelah IPPT didapat baru mendapat izin lingkungan. Sebenarnya diperuntukkan bagi rencana usaha yang skalanya besar atau ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),” terang Sugeng dihubungi tim kolaborasi, Selasa (3/8/2021).

Load More