"Ada anak-anak yang ditinggalkan masih ada di sini tapi hidupnya susah," katanya.
Ketika tahun 1966 selesai penumpasan G30S PKI, warga muslim di sini, sambungnya, secara politis memberanikan diri merintis pembangunan masjid. Namun saat akan membangun masjid terkendala ketersediaan lahan.
"Karena tidak ada tanah wakaf maka diupayakan beli. Beli tanahnya dibantu oleh pengusaha dari Karangkajen, bahkan sebagai tokoh utamanya yaitu Pak Haji Jazuri sebagai pengusaha batik yang besar, kebetulan punya tanah luas. Kemudian bisa membeli lahan seluas 900 meter persegi," ujar dia.
Awalnya Masjid Jogokariyan tidak dibangun di pinggir seperti saat ini, melainkan di sebelah selatan. Saat akan dibangun, Pak Haji Amin Said sebagai panitia usul jika masjid sebaiknya dibangun di pinggir jalan. Akhirnya muncul ide untuk tukar guling dengan tanah yang ada di pinggir jalan.
"Pak Haji Amin Said itu ayah saya yang mengusulkan bagaimana kalau tanah yang ada di tepi jalan milik Ibu Abu Hadis ditukar dengan tanah yang sudah dibeli tadi," imbuhnya.
Singkat cerita, pemilik tanah yakni Ibu Abu Hadis menyetujui usulan tersebut. Sebab, saat itu suaminya sudah mau pensiun dari Dinas Pekerjaan Umum di Temanggung, Jawa Tengah.
"Akhirnya tanah ditukar dan ditambah pihak masjid saat itu membangunkan rumah untuk Ibu Abu Hadis lengkap dengan isinya," jelasnya.
Dia mengatakan, tanggal 22 september 1966 ialah peletakan batu pertama Masjid Jogokariyan. Masjid diresmikan pada 20 agustus 1967.
"Masjid ini diresmikan dan digunakan pertama kali untuk salat jumat. Waktu itu bangunan utamanya hanya masjid 9x9 meter persegi ditambah serambi 5x6 meter persegi," ungkapnya.
Baca Juga: Tudingan Gatot Soal PKI di Tubuh TNI, Begini Respon Pihak Istana
Warga Jogokaryan lainnya yang sudah tinggal berpuluh-puluh tahun silam, Setiyadi (76) menyampaikan, dahulu masyarakat masih berafiliasi dengan PKI. Banyak warga yang ditangkap karena dinilai terlibat dalam partai ataupun organisasi underbow-nya. Seperti Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) serta Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Ia sendiri aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) kala masih duduk di bangku SMA.
Saat penangkapan, katanya, ia hanya melihat mereka dibawa pergi oleh aparat. Ia tidak tahu mereka dibawa kemana.
"Mungkin ada yang dibawa ke Nusakambangan, Cilacap atau kemana. Saya tidak tahu persis," kata dia yang berbaring di kasur usai mengalami kecelakaan lalu lintas.
Jadi Tempat Rekonsiliasi
Menurutnya, butuh waktu yang cukup panjang untuk menghapus stigma terhadap orang yang dicap sebagai PKI. Langkah yang dilakukan yakni masjid hadir sebagai rekonsiliasi.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Heboh Ulat di MBG Siswa, Pemkab Bantul Akui Tak Bisa Sanksi Langsung Penyedia Makanan
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Perlombaan Sepatu Roda Regional DIY-Jawa Tengah
-
Jogja Siap Bebas Sampah Sungai! 7 Penghadang Baru Segera Dipasang di 4 Sungai Strategis
-
Gunungan Bromo hingga Prajurit Perempuan Hadir, Ratusan Warga Ngalab Berkah Garebeg Maulud di Jogja
-
JPW Desak Polisi Segera Tangkap Pelaku Perusakan Sejumlah Pospol di Jogja