Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 21 Januari 2022 | 18:45 WIB
Sejumlah perwakilan pedagang lesehan dan pedagang Malioboro memberi keterangan saat konferensi pers di Kantor LBH Yogyakarta, Jumat (21/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Sebanyak enam orang pedagang lesehan yang ada di Malioboro mengaku akan bertahan hingga mendapat kejelasan lapak baru. Pasalnya selama pendataan, para pedagang kaki lima (PKL) Malioboro merasa diintervensi oleh pemerintah.

"Jadi kami diintervensi jika hingga tanggal 20 Januari 2022 tidak mengumpulkan data, maka akan ditinggal dalam artian tidak diberi lapak. Jadi enam orang pedagang lesehan belum menyerahkan data sampai sekarang," ujar pedagang lesehan Malioboro, Bekti Laksono, ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Jumat (21/1/2022).

Ia menjelaskan, terdapat 42 pedagang lesehan di Malioboro yang tergabung di Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM). Namun begitu, pihaknya mengaku saat ini sudah tidak bergabung lagi dan memilih meminta hak dan keterbukaan pemerintah terhadap kejelasan lapak jualan baru.

Sejumlah perwakilan pedagang lesehan dan pedagang Malioboro memberi keterangan saat konferensi pers di Kantor LBH Yogyakarta, Jumat (21/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

"Mengapa kami memilih bertahan karena pemerintah itu tidak pernah mengajak kami berembuk terkait lapak pengganti. Seharusnya kan sejak awal pendataan, kami diikutsertakan lalu ditunjukkan lokasinya dimana, luasnya berapa. Ini tidak ada sama sekali," ujar pria yang lebih akrab disapa Kelik itu.

Baca Juga: PKL Bakal Direlokasi, Foto Jadul Malioboro Ini Tunjukkan Penataan 50 Tahun Lalu

Meski beberapa anggota PPLM sudah mengumpulkan data, Kelik mendesak pemerintah mengikutsertakan enam pedagang saat meninjau lokasi lapak bersama anggota DPRD Kota Yogyakarta pada Selasa (25/1/2022) nanti.

Kelik membantah telah merelakan lapak yang seharusnya menjadi hak dia. Dirinya hanya berharap pemerintah membuka pintu aspirasi.

"Itu kan hak kami untuk menempati lapak baru. Tapi kan masih abu-abu. Karena kami sendiri tidak tahu lapak mana yang disediakan untuk pedagang lesehan. Seharusnya mereka terbuka," terang Kelik.

Ia menerangkan bahwa pedagang lesehan berbeda dengan pedagang pakaian atau aksesoris. Luas lahan dibutuhkan lebih banyak.

"Tentu kan beda kalau pedagang lesehan itu. Jika mengikuti luas lahan yang sama dengan pedagang lain, tentu tidak relevan. Pemerintah ini seakan enggan menampung aspirasi kami," ujar dia.

Baca Juga: Viral Parkir Bus di Sekitar Malioboro Sampai Rp350 Ribu, Sandiaga Uno Langsung Minta Tindak Tegas

Terpisah, Divisi Penelitian LBH Kota Yogyakarta, Era Harivah menjelaskan bahwa kajian relokasi yang dibuat pemerintah tidak serius. Sehingga relokasi ini harus ditunda.

"Kami tetap mengawal teman-teman pedagang ini mendapat haknya atas relokasi nanti. Seharusnya pemerintah menyiapkan data pedagang, siapa saja yang terdampak, baru disediakan lapak. Nah ini terbalik, menyediakan lapak dahulu, selanjutnya mendata pedagang. Tentu ada yang terdampak bahkan terancam tidak memiliki pekerjaan lagi," terang Era.

Ia menyoroti nasib pedagang lainnya, seperti pedagang lesehan, asongan, dan angkringan, mengingat relokasi hanya dilakukan ke sebagian PKL saja.

"Apakah kebijakan relokasi ini hanya PKL saja, bagaimana dengan pedagang lesehan, dengan tempat yang sempit seperti itu? Selain itu bagaimana dengan pedagang asongan dan angkringan. Ini yang tidak dipikirkan pemerintah, sehingga terkesan tidak serius," ujar Era.

Load More