Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 04 Februari 2022 | 09:59 WIB
Sejumlah PKL tetap berjualan meski telah diingatkan aparat gabungan di lorong Pedestrian Malioboro, Kota Jogja, Selasa (1/2/2022). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Ribuan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro telah direlokasi ke Teras Malioboro 1 di eks Bioskop Indra dan Teras Malioboro di eks Dinas Pariwisata DIY. Para pedagang yang sebelumnya menggelar daganganya di lorong pertokoan Malioboro sekarang menempati gedung bertingkat tiga itu.

Menanggapi pascarelokasi PKL di kawasan Malioboro tersebut Sosiolog UGM, Wahyu Kustiningsih, berharap, Pemda DIY memperhatikan lebih jauh keberlangsungan sosial ekonomi para pedagang. Kehadiran program untuk memberikan jaminan sosial ekonomi bagi PKL pascarelokasi dinilai menjadi salah satu hal yang penting.

Ia menyebut perlu ada pendampingan dari pemerintah daerah setelah perpindahan tempat berdagang itu. Sehingga tidak serta merta melepas para PKL begitu saja di lokasi yang baru.

"Perlu dipertimbangkan oleh pemerintah pascarelokasi tidak serta merta melepas. Namun, diikuti pendampingan atau program yang membuat PKL membuat kondisi sosial ekonomi PKL tetap berjalan," kata Wahyu, dalam keterangannya, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga: PKL Direlokasi, Skuter Listrik Kini Bertebaran di Trotoar Malioboro

Disampaikan Wahyu, relokasi tidak hanya sekadar menggeser atau memindah para pedagang ke lokasi yang baru lalu hanya mengelompokan berdasar jenis dagangan saja. Melainkan ada ikatan sosial di dalam komunitas pedagang itu yang juga perlu diperhatikan. 

Bagaimana kemudian nantinya ikatan sosial khususnya di tempat baru tersebut terbangun. Serta apakah juga bakal berpotensi dan memiliki risiko konflik di dalamnya.

Dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM tersebut menyebut ada dampak buruk yang sangat bisa terjadi. Salah satunya adalah pendapatan yang menurun akibat sepinya pengunjung. 

Belum lagi ditambah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir dengan ancaman peningkatan kasus kembali. Apabila situasi tersebut tidak teratasi maka risiko munculnya tindakan negatif atau kriminal akan menjadi tinggi.

"Dengan relokasi apakah wisatawan akan berkunjung ke sana, ini perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Baca Juga: Pernah Relokasi Pedagang, Eks Walkot Jogja Yakin Penataan Malioboro Tak Matikan Ekonomi PKL

Wahyu menegaskan perlunya kehadiran Pemda DIY dalam mengantisipasi segara persoalan yang berpotensi muncul pascarelokasi PKL tersebut. Pengembangan program-program yang bisa menjamin PKL setelah relokasi bisa menjadi alternatif. 

Misalnya saja dengan membuat rekayasa alur atau rekayasa sosial. Dengan kemudian, kata Wahyu, menjadikan ruang yang ditempati PKL saat ini sebagai ikon baru dari Kota Yogyakarta. 

Langkah-langkah itu kemudian dipercaya akan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke tempat baru para PKL berjualan tersebut. 

"Jadikan ruang baru ini sebagai ikon baru, sehingga wisatawan akan merasa tidak lengkap jika ke Jogja tidak berkunjung ke tempat ini," tandasnya.

Load More