SuaraJogja.id - Masyarakat di Indonesia tentu sudah tidak asing dengan sesajen. Persembahan yang berisi berbagai makanan hingga beberapa benda lain itu kerap ditujukan sebagai ucapan syukur dari masyarakat kepada para leluhur.
Namun masih ada yang mengartikan pemberian sesajen sebagai seuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Padahal, lebih dari itu sesajen berkaitan erat dengan menjaga ekosistem yang ada di alam.
"Kalau agama dalam artian secara sempit itu (sesajen) pasti musyrik dan lain sebagainya. Nah tapi sebenarnya tindakan-tindakan seperti itu kan tindakan sosial, tindakan kebudayaan yang ada maksudnya walaupun masyarakat juga sudah tidak tahu maksudnya," kata Dosen Sastra Jawa UGM Rudy Wiratama, saat dihubungi awak media, Sabtu (26/2/2022).
Rudy mencontohkan sesajen kerap kali ditempatkan di sebuah pohon besar. Di dekat pohon besar itu pasti kemudian hampir selalu ada sumber mata air.
Ketika pohon besar itu diberikan sesajen, dirawat dan lain sebagainya orang tidak mengganggu pohon besar itu. Ketika pohon besar itu tidak ditebang maka mata air yang ada di sekitar lokasi tersebut juga aian tetap terpelihara.
"Tindakan-tindakan itu secara tidak langsung adalah pemeliharaan ekosistem. Jadi ketika pohon-pohon tidak diganggu kemudian sumber air tidak dikotori kan itu banyak pantang larang terkait itu tidak cuman pohon gede tapi juga sumber air dipercaya banyak penunggunya," ungkapnya.
"Untuk apa cerita-cerita semacam itu, ya kalau secara otomatis untuk supaya sumber air itu tidak dikencingi, dibuangi sampah. Soalnya kalau itu tercemar masyarakat sekitar tidak bisa menggunakan untuk minum, untuk masak dan lain sebagainya," sambungnya.
Ia menyebut sebaiknya masyarakat tidak lantas menangkap kisah-kisah tentang demit, hantu dan semacamnya itu langsung sebagai fenomena yang musyrik. Sebab lebih dari itu justru ada keterkaitan yang erat berbagai kisah tersebut dengan ekosistem alam di sana.
"Jadi sebenarnya itu cerita bab demit itu jangan otomatis kita tangkap sebagai fenomena musrik. Saya pernah berbincang dengan salah satu spiritualis sebenarnya yang mbaureksa (menjaga atau menunggu tempat) itu siapa to? Yang mbaureksa itu ya makhluk-makhluk yang ada di ekosistem itu," jelasnya.
Baca Juga: Pengamat Politik UGM Ingatkan Baliho Tak Jamin Elektabilitas Naik, Masyarakat Malah Bosan
"Yang mbaureksa sendang, umbul, atau mata air itu ya ikan-ikan yang ada di situ. Kemudian makhluk-makhluk hidup yang ada di situ, mikro organisme yang ada di situ. Itu yang mbaureksa, yang merawat situ karena mereka yang hidup sehari-harinya di situ," imbuhnya
Dengan tidak melakukan pencemaran lingkungan itu, kata Rudy sudah termasuk menghormati para mbaureksa yang ada di sana. Sebab dengan ekosistem yang seimbang maka kehidupan manusia juga akan aman.
Namun ia tidak memungkiri yang menjadi permasalahan adalah ketika masyarakat kehilangan pemaknaan tentang hal tersebut. Tidak ada edikasi tentang hal tersebut sehingga hanya memandang sebagai sesuatu yang menyimpang tanpa ada konfirmasi atau tanpa mengecek sebenarnya di balik tindak-tindak itu ada apa.
Sebagai contoh yang terdekat adalah menyusutnya air tanah yang ada di Jogja. Akibat dari pembangunan hotel dan sebagainya.
"Itu jadi efek dari lingkungan yang tidak kita jaga. Maka adanya cerita demit itu salah satunya untuk menjaga supaya manusia itu tidak melanggar keluar dari domain yang sudah ditentukan," ujarnya.
Ditambahkan Rudy, masyarakat bisa saja meninggalkan hal-hal tersebut jika memang dianggap sudah tidak relevan lagi. Namun yang terpenting adalah tidak melupakan esensi dari sana untuk melestarikan alam.
Berita Terkait
-
Pengamat Politik UGM Ingatkan Baliho Tak Jamin Elektabilitas Naik, Masyarakat Malah Bosan
-
Elektabilitas Prabowo Subianto Teratas di Survei Litbang Kompas, Pakar UGM Tak Kaget
-
BPJS Kesehatan untuk Layanan Publik, Pemerintah Punya Banyak PR yang Harus Diselesaikan
-
Diduga Korupsi Dana Aci-aci Dan Sesajen Rp 1 Miliar Lebih, Eks Kadisbud Denpasar Dituntut 4 Tahun
-
Pengaruhi Suasana Hati, Sinar Matahari Punya Peran Penting untuk Kesehatan Mental
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
Terkini
-
Jangan Anggap Sepele, Demam Plus Nyeri Betis? Awas Leptospirosis, Sleman Catat 9 Kematian
-
DBD di Sleman Terkendali Berkat Wolbachia? Ini Strategi Dinkes Jaga Efektivitasnya
-
Bahaya! Kasus Leptospirosis di Sleman Renggut 9 Nyawa, Episentrum Bergeser ke Permukiman Padat
-
Generasi Muda Sulit Dapat Pekerjaan Layak, Ekonom UGM: Sistem Belum Berpihak pada Kemampuan Mereka
-
Kasus Keracunan Siswa di Mlati ke Tahap Uji Lab, Opor Ayam hingga Anggur jadi Biang Kerok?