Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 07 Maret 2022 | 20:17 WIB
Suasana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, Senin (16/3/2020). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

SuaraJogja.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memaparkan hasil pemantauan dan penyelidikan atas kasus dugaan penyiksaan kepada warga binaan permasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta atau kerap disebut juga Lapas Pakem. Setidaknya ada 13 temuan fakta dari lapangan yang dicatat dalam dugaan peristiwa tersebut.

Pemantau Aktivitas HAM Wahyu Pratama Tamba merinci, temuan kategori pertama adalah adanya perbedaan mendasar kondisi Lapas Pakem dalam tiga medio waktu, dimulai dari sebelum hingga pertengahan tahun 2020.

Saat itu peredaran narkoba dan penggunaan telpon seluler masih terjadi di dalam lapas, begitu juga di pertengahan tahun 2020, ketika pergantian struktur pejabat lapas serta upaya perbaikan dan pembersihan lapas.

"Di mana dalam kondisi perbaikan ini intensitas kekerasan menjadi meningkat," kata Tamba saat jumpa pers via daring, Senin (7/3/2022).

Baca Juga: Komnas HAM Beberkan 5 Pelanggaran HAM dalam Kasus Penyiksaan WBP di Lapas Pakem

Lalu ketiga, pada akhir sampai pascatahun 2020 atau ketika ada pergantian struktur pejabat lapas di akhir tahun 2020. Kondisinya saat itu kehidupan di lapas menjadi lebih teratur, disiplin tetapi masih terjadi kekerasan dengan intensitas yang hampir sama dengan periode tahun 2020 sebelumnya tadi.

Temuan kedua terkait jangka waktu perbaikan Lapas yang dinilai sangat singkat dibarengi dengan intensitas kekerasan yang tinggi. Didapati upaya perbaikan itu hanya berlangsung dua sampai tiga bulan saja.

"Di mana dapat dilihat dari intensitas waktu, petugas Lapas melakukan operasi yang dilakukan dari pagi, siang, sampai malam hari," paparnya.

Lalu terkait dengan peredaran kunci. Tamba menyebut dalam upaya perbaikan kunci ditahan dulu dan ditempatkan di pintu penjaga utama (P2U) dengan tetap dimonitoring Kalapas.

Kendati demikian anak kunci sering tidak dikembalikan ke rumah dinas Kalapas. Anak kunci itu ditaruh di area P2U sehingga sering terjadi peminjaman atau istilah bon WBP dari blok tahanan.

Baca Juga: Selidiki Dugaan Penyiksaan di Lapas Pakem, Komnas HAM Temukan Berbagai Pelanggaran

Keempat terkait tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan buruk merendahkan martabat yang dilakukan oleh petugas. Setidaknya Komnas HAM mencatat ada 9 tindakan penyiksaan kekerasan fisik.

"Di antaranya pemukulan baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat seperti selang, kabel, alat kelamin sapi atau kayu. Pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang dan diinjak-injak dengan sepatu PDL dan lain-lain," ungkapnya.

Sedangkan untuk tindakan perlakuan buruk merendahkan martabat tercatat ada 8 bentuk. Di antaranya WBP diminta memakan muntahan makanan, diminta meminum dan mencuci muka dengan air seni.

Kelima ada waktu terjadinya penyiksaan yang terjadi pada saa WBP baru masuk lapas pertama kali dalam kurun waktu 1-2 hari. Lalu pada masa pengenalan lingkungan (mapenaling) dan saat melakukan pelanggaran.

Keenam, kata Tamba, tercatat setidaknya ada 13 alat yang digunakan dalam penyiksaan seperti yang telah disebutkan tadi. Ketujuh mengenai lokasi penyiksaan di dalam lapas yang tercatat oleh Komnas HAM setidaknya dilakukan di 16 titik, mulai dari branggang (tempat pemeriksaan pertama saat WBP baru masuk lapas) hingga kolam ikan lele.

"Temuan kedelapan konteks terjadinya penyiksaan dalam melalukan penindakan petugas melakukan kekerasan sebagai bentuk pembinaan dan pendisiplinan terhadap WBP. Selain juga bertujuan untuk menurunkan mental WBP," bebernya.

Kesembilan, Tamba melanjutkan tindakan penyiksaan itu tetap terjadi sampai pada peristiwa ini terungkap ke publik pada Oktober 2021. Hal itu diperkuat dengan temuan tim Komnas HAM di lapangan tepatnya tanggal 11 November ditemukan 6 orang WBP dalam kondisi luka.

Luka itu terdapat di beberapa bagian tubuh. Mulai dari luka kering, luka bernanah di punggung dan lengan, luka keloid di punggung dan luka membususk di lengan.

Kesepuluh, penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat itu juga dialami oleh tahanan titipan. Berdasarkan temuan terdapat satu orang tahanan titipan kejaksaan yang secara faktual mengalami penyiksaan.

Tamba menuturkan temuan kesebelas bahwa intensitas kekerasan terjadi lebih tinggi terhadap WBP residivis. Dilihat dari petugas yang menandai residivis hingga memisahkan dengan tahanan lain.

Keduabelas, Komnas HAM mencatat pelanggaran SOP. Terkait waktu pemberian sanksi, pemberian hukuman tidak sesuai aturan yakni kekerasan, penggeledahan narapidana atau tahanan tanpa pakaian yang lebih dari 17 menit dan lebih dari satu tempat hingga adanya pemotongan jatah makanan dalam kondisi tertentu.

Temuan terakhir atau ketiga belas adalah upaya pemindahan WBP sebelum waktu ditentukan.

"Kami menemukan adanya pemindahan WBP dari blok Edelweis ke blok Cempaka pada 3 November 2021 dengan alasan karena adanya agenda kedatangan tamu. Pemindahan dilakukan kepada WBP yang baru masuk ke dalam lapas kurang dari 14 hari,"

Padahal seharusnya mereka ditempatkan di blok Edelweis sebagai blok isolasi dalam kurun 14 hari untuk pencegahan Covid-19. Kemudian dilanjutkan 14 hari kedua untuk masa mapenaling.

"Jadi itu adalah 13 temuan yang telah kami temukan dari lapangan," pungkasnya.

Sebelumnya ORI DIY menerima laporan dari sejumlah eks Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada Senin (1/11/2021) lalu. Laporan itu terkait dengan dugaan tindakan penyiksaan oleh beberapa di Lapas Pakem tersebut.

Sebagai tindaklanjut atas kejadian ini ada sebanyak lima petugas Lapas Narkotika Pakem juga telah dicopot sementara pada Kamis (4/11/2021). Menyusul hasil investigasi sementara yang menyatakan kelima petugas itu terindikasi telah melakukan tindakan berlebihan terhadap para WBP.

Load More