Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 05 April 2022 | 18:15 WIB
Ilustrasi klitih (Suara.com/Iqbal Asaputro)

SuaraJogja.id - Kejahatan jalanan atau yang sering diidentikkan dengan sebutan klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menjadi perhatian banyak pihak. Terbaru ada kasus kejahatan jalanan yang menimpa seorang pelajar di Gedongkuning pada Minggu (3/4/2022) hingga nyawanya tidak terselamatkan. 

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Kriminal UGM Suprapto menilai bahwa pemerintah daerah maupun aparat keamanan dalam hal ini polisi sudah tidak kurang dalam menangani aksi kejahatan jalanan itu. Namun satu poin yang masih kurang adalah integrasi antarlembaga terkait khususnya keluarga

"Sebetulnya kalau pemerintah daerah maupun aparat keamanan sudah enggak kurang di dalam menangani klitih ini. Tetapi tidak ada integrasi, tidak ada kerja sama antar lembaga yang lain terutama lembaga keluarga," kata Suprapto saat dihubungi, Selasa (5/4/2022).

Misalnya saja, kata Suprapto, keluarga dalam hal ini disebut tidak pernah mempertanyakan ketika anak-anaknya tidak berada di rumah lewat jam 10 malam. Padahal semua kejadian kejahatan jalanan itu selalu terjadi di malam hari.

Baca Juga: Ayang Utriza Lapor Soal Klitih di Jogja ke Kapolri: Banyak Korban Mati dan Luka Parah

"Kalau saja para orang tua itu mengontrol anaknya itu berada dimana, dengan siapa, ngapain. Saya yakin bahwa itu bisa diminimalkan. Tetapi kenapa misalnya orang tua tidak pernah mempertanyakan, tidak pernah mencari di saat anaknya itu tidak di rumah pada saat jam-jam tersebut," tuturnya.

"Jadi kalau aparat kepolisian atau pemerintah saya kira sanksi juga sudah tegas. Patroli ya banyak, makanya itu kan kita juga tahu to bahwa kemudian segera ada, mengundang patroli yang membantu," sambungnya.

Menurutnya, integrasi antar lembaga yang ada di masyarakat itu sangat penting untuk dilakukan. Mulai dari pemerintah, polisi, pendidikan, keluarga dan sebagainya.

Dalam hal ini, kata Suprapto, keluarga bisa lebih peduli dan tegas terhadap anak-anaknya. Semisal dengan menanyakan atau bahkan melarang anaknya keluar rumah lewat tengah malam.

Jika memang ada sesuatu yang mendadak harus dilakukan segera pun, orang tua bisa ikut untuk mendampingi. Bukan lantas dilepas begitu saja.

Baca Juga: Emosi Sudah di Ubun-Ubun! Ini Deretan Reaksi Warga soal Klitih: Caci Maki hingga Tangkap Pelaku Sendiri

Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X juga berharap para orang tua membangun kepedulian bersama.

"Memang kami tidak bisa kalau masyarakatnya sendiri, orang tuanya sendiri tidak bisa mengendalikan anaknya. Kami bisanya 'kan hanya punya harapan," kata Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin.

Menurut Sultan, tanpa kesadaran dari para orang tua, pihaknya sulit menerapkan aturan yang bersifat memaksa untuk mengatasi kejahatan atau kerap disebut klitih yang rata-rata dilakukan oleh remaja.

"Kalau kami melakukan sesuatu yang sifatnya pemaksaan 'kan juga nanti melanggar hukum," kata Ngarsa Dalem sapaan Sultan HB X.

Berbagai upaya pembinaan, menurut Sultan, telah dilakukan untuk tangani para pelaku klitih, khususnya para anak di bawah umur. Namun, selalu menghadapi tantangan di lapangan.

Pada tahun 2021, Pemda DIY juga telah menyusun program pembinaan anak bawah umur yang berhadapan dengan hukum dan berstatus diversi, khususnya terkait dengan kasus kejahatan jalanan.

"Ya, sekarang hal seperti itu dimungkinkan atau tidak? Kami lagi cari cantelan aturannya. Soalnya kalau tidak ada cantelannya 'kan tidak bisa, mau bikin pergub (peraturan gubernur) pun enggak bisa," ujar Sultan.

Load More