Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 07 Mei 2022 | 13:58 WIB
Ratusan warga Banyakan memblokir jalan menuju ke TPST Piyungan, Sabtu (7/5/2022). [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Ratusan warga Banyakan Kalurahan Sitimulyo Kapanewon Piyungan blokir  jalan masuk ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST). Mereka menuntut pemerintah agar TPST Piyungan ditutup secara permanen.

Di bawah pengawalan ketat ratusan aparat keamanan, ratusan warga melakukan aksi demonstrasi Sejak Sabtu (7/5/2022) pagi. Selain membawa bambu dan spanduk untuk menutup jalan, mereka juga menuangkan batu split ke tengah jalan menuju ke TPST Piyungan.

Akibatnya, truk-truk pembawa sampah tak bisa membuang sampahnya dan terpaksa putar balik. Meski dalam suasana panas, namun aksi demonstrasi ini berlangsung tertib dan aman.

Koordinator Aksi, Herwin Arfianto mengatakan, puluhan tahun TPST Piyungan berdiri, warga hanya merasakan dampaknya semata dan tidak pernah mendapatkan solusi secara konkrit. Mereka hanya mendapatkan janji namun tak pernah terealisasi.

Baca Juga: Libur Lebaran, Okupansi Hotel Melati di Kabupaten Bantul Tembus 90 Persen

"Kami sudah muak dengan janji-janji yang diberikan oleh pemerintah yang akan memperbaiki sistem pengelolaan TPST Piyungan. Tetapi tidak pernah ada realisasinya,"teriak Herwin disambut tepuk tangan warga.

Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan warga yang tidak pernah mendapatkan solusi atas persoalan dan dampak TPST Piyungan. Terlebih, pemerintah berencana membuka lahan baru di sebelah utara TPST Piyungan untuk mengatasi persoalan sampah tersebut. 

Warga padukuhan Banyakan adalah pihak yang paling merasakan dampaknya. Namun mereka tidak pernah mendapat sosialisasi berkaitan dengan rencana tersebut. Selama ini yang mendapat sosialisasi hanya pemilik lahan yang akan digunakan untuk perluasan di mana mereka tidak secara langsung merasakan dampak negatif TPST Piyungan.

"Kami menolak keras transisi pembuangan sampah ke lahan baru di sebelah utara TPST piyungan dengan luas 2,1 Ha. Karena hanya akan menambah persoalan yang dihadapi,"tambahnya.

Oleh karenanya, warga juga menolak adanya pembebasan lahan baru karena dampaknya akan lebih luas lagi. Dampak-dampak negatif yang selama ini timbul sama sekali belum mendapatkan solusi dari pemerintah.

Baca Juga: Diduga Korsleting Saat Isi Daya Ponsel, Sebuah Rumah di Jetis Bantul Dilalap Si Jago Merah

Warga juga mempertanyakan masih adanya aktifitas pembuangan sampah saat ini. Pasalnya pemerintah telah mengeluarkan instruksi surat edaran (SE) nomor 188/41512 tanggal 20 Desember 2021. Surat itu menyatakan jika TPST piyungan kabupaten bantul akan ditutup 
pada maret 2022. 

"SE itu telah diketahui kepala Dinas Lingkungan Hidup dan kehutanan DIY Kuncoro Cahyo Aji. Artinya sejak Maret hingga awal Mei ini, sampah-sampah yang dibuang ke sini itu ilegal,"papar dia, Sabtu (7/5/2022)

Oleh karenanya, warga menuntut pemerintah untuk menutup permanen TPST. Karena jika mendasarkan SE tersebut maka aktifitas TPST Piyungan saat ini sudah melewati batas instruksi yang diberikan.

Hanya saja warga heran karena ternyata sampai bulan mei kawasan TPST masih dipaksakan untuk pembuangan sampah. Tetapi di sisi lain kondisi tampungan sudah memprihatinkan dan sudah tidak mungkin lagi dipaksakan untuk dibuangi sampah sehingga kondisi TPST Piyungan semakin memprihatinkan.

"Dan jika dipaksakan maka hanya akan memperparah dampak kepada masyarakat ke depan,"tandasnya.

Herwin mengungkapkan sejak berdiri puluhan tahun lalu, berbagai persoalan  timbul akibat pengelolaan TPST Piyungan yang serampangan. Dampak tersebut seperti bau dan gas yang ditimbulkan dari tumpukan sampah sudah setiap hari mereka hirup.

Dampak lain adalah lalulintas warga yang sering terganggu karena sudah sangat sering terjadi antrian dan kemacetan karena lahan sudah sangat overload. Antrian armada pengangkut sampah ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga sekitar.

"Bau yang ditimbulkan di jalan sangat mengganggu,"ujar dia.

Tak hanya itu, dampak limbah TPST sudah sangat mencemari sumber mata air. Meski sudah berpuluh-puluh tahun mencemari air, namun sampai sekarang tidak ada tindakan dan solusi. Sehingga warga harus mengkonsumsi air yang tercemar limbah TPST Piyungan.

Di samping sawah-sawah mereka selalu dipenuhi sampah dari TPST dan yang lebih parah pada saat musim penghujan tiba.  Akibatnya, tanaman padi yang diberdayakan mati kering karena limbah TPST membanjiri hampir 4 Ha sawah dan memaksa gagal panen dan merugi tanpa adanya ganti rugi. 

"limbah TPST yang mengalir di parit dari berdirinya TPST sampai saat ini. Dan itu tanpa ada upaya pengolahan dan pembangunan talud parit sehingga mengakibatkan sawah sering longsor dan rusak,"tambahnya.

Parahnya, masyarakat terdampak tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan seperti perencanaan perluasan. Warga juga menilai pengelola tidak ada keterbukaan dalam hal anggaran dan pelaksanaan kepada masyarakat. 

Load More