Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 24 Mei 2022 | 14:51 WIB
Para pembicaa menyampaikan paparan dalam Diskusi Selamatkan Tanah di Yogyakarta di Sheraton Mustika Yogyakarta, Selasa (24/05/2022).

SuaraJogja.id - Penggunaan pupuk sintetis bagi berbagai komoditi pangan di Indonesia sudah sangat masif. Kondisi ini akhirnya merusak kesuburan tanah akibat tingginya unsur Nitrogen, Fosfor dan Kalium (NFK) sintetis.

Pegiat Selamatkan Tanah, Yos Suprapto mengungkapkan, tingginya penggunaan pupuk sintetis sudah terjadi sejak munculnya paradigma revolusi hijau pasca Perang Dunia II. Alih-alih berperang dengan senjata, peperangan dengan membangun pabrik obat dan pupuk di tingkat global untuk dapat mendapatkan keuntungan luar biasa dilakukan negara-negara besar.

"Dan kita terjebak didalamnya dengan menggunakan pupuk sintetis sebagai bahan bakar berbagai tanaman pangan," ungkap Yos dalam Diskusi Selamatkan Tanah di Yogyakarta di Sheraton Mustika Yogyakarta, Selasa (24/05/2022).

Dicontohkan Yos, struktur tanah bekas perkebunan tebu di Kulon Progo, DIY mengalami kerusakan. Tingkat keasaman tanah di kawasan perkebunan tersebut sangat tinggi dan ph tanahnya tak lebih dari 4.

Baca Juga: Gempa 4,7 Guncang Wilayah Agam, Belum Ada Laporan Terkait Kerusakan

Kondisi serupa juga dimungkinkan terjadi di sejumlah tanah di daerah lain. Penggunaan pestisida dan pupuk sintetis lainnya bertahun-tahun membuat struktur tanah jadi rusak dan hasil pangannya pun mengandung residu tinggi.

"Umur manusia sekarang ini sulit menembus 100 tahun karena makanan yang disantapnya tiap hari mengandung residu yang mematikan karena pupuk sintetis," tandasnya.

Karenanya Yos berharap ada perubahan paradigma dan gerakan untuk kembali memanfaatkan pupuk alami dan mengembangkan sektor pertanian yang holistik secara berkelanjutan. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang luar biasanya.

Pupuk alami bisa diekstrak dari beragam tumbuhan yang kaya akan mineral yang dibutuhkan tumbuhan atau tanah. Contohnya rumput lateng yang mengandung potasium dan magnesium yang tinggi.

"Rumput lateng yang banyak ditakuti orang karena bikin gatel ini bisa diekstrak untuk jadi pupuk alami untuk menyuburkan tanah," ujarnya.

Baca Juga: Update Gempa 4,7 SR Kabupaten Agam Sumbar Senin Dini Hari, Apakah Ada Kerusakan?

Contoh lain ilalang yang terkenal sebagai obat batu ginjal. Rumput ilalang ini mengandung kalium yang tinggi untuk dijadikan pupuk alami.

Karenanya alih-alih bergantung pada pestisida, Indonesia perlu mengembangkan pupuk alami. Gerakan bersama ini sangat dibutuhkan agar produk pertanian yang dihasilkan sehat dan tidak mengandung residu.

"Kita tidak perlu membeli pestisida karena alam semesta menyediakan pupuk alami dan bisa dipelajari dengan konsep pertanian biodinamis yang berkelanjutan," tandasnya.

Sementara Dosen Ilmu Tanah UGM, Nasih Widya Yuwono mengungkapkan penanaman tumbuha ficus seperti pohon beringin bisa menjadi solusi dalam mengatasi kerusakan lingkungan. Bila satu orang menanam satu pohon beringin maka akan berdampak besar pada lingkungannya.

"Penanaman pohon beringin akan berdampak pada burung yang datang, mata air pun akan keluar dimana-mana. Jika air melimpah maka rumput akan tumbuh yang menyuburkan tanah," paparnya.

Widya menambahkan, UGM mengembangkan penanaman rumput lokal Gama Umami. Sekitar 600 hektar/tahun rumput lokal tersebut bisa ditanam saat ini.

"Rumput tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah. Selain itu sebagai pakan ternak seperti sapi dan kambing secara alami," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More