Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 22 September 2022 | 12:54 WIB
ilustrasi pencemaran sungai. [Iqbal Asaputra / Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Elemen air merupakan kebutuhan paling mendasar manusia disamping tanah. Namun, pesatnya pembangunan hingga perilaku masyarakat yang makin abai dengan lingkungan sekitar mengancam kondisi air. Hal itu seperti yang terjadi di Kota Yogyakarta, dimana kualitas air makin buruk dari waktu ke waktu. 

Berdasar kajian dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta ditemukan bahwa tiga sungai besar yang mengalir di Kota Yogyakarta telah tercemar. Kondisi itupun berpengaruh terhadap kualitas air tanah yang menjadi konsumsi masyarakat.

Senada dengan kajian tersebut, warga di kawasan bantaran sungai Code pun tak memungkirinya. Hal itu seperti yang diungkapkan Ariyanto (50). Tokoh masyarakat di kawasan kampung yang berada di bawah Jembatan Gondolayu tersebut mengiyakan bahwa salah satu sungai besar yang membelah kawasan Kota Yogyakarta itu telah tercemar

Tokoh Masyarakat di Sungai Code, Ariyanto. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Ya dalam taraf tertentu sudah tercemar. Jadi kita memang sekain ke hilir itu pencemaran semakin tinggi," kata Ari sapaan akrabnya saat ditemui beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Peringati Hari Perhubungan Nasional, Dishub Kota Yogyakarta Bersihkan Rambu Lalu Lintas dari Aksi Vandal

Pria yang sudah menempati bantaran Sungai Code sejak tahun 1979 itu mengakui kondisi air sungai yang tercemar cukup mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya. Termasuk dengan perubahan biota sungai dari waktu ke waktu.

Contohnya saja, ia menjelaskan ada beberapa jenis ikan yang dulu masih sering ditemui pemancing, kali ini sudah tak lagi dapat ditemukan atau malah ada jenis baru yang muncul.

"Berpengaruh pada biota yang ada juga. Jadi sudah berubah biotanya. Ya jenis-jenis ikan yang dulu ada menjadi tidak ada. Kemudian ada juga ikan-ikan baru," tuturnya.

"Misalnya gini kita sulit sekali sekarang ini mencari ikan semacam wader, uceng, itu sulit. Sekarang adanya nila, palung, jadi semacam mendekati ikan predator lah," sambungnya.

Memang sekarang tetap ada sejumlah warga yang memancing di sungai tersebut. Namun kebanyakan dari pemancing hanya untuk sekadar hobi saja.

Baca Juga: BLT Kompensasi Kenaikan Harga BBM di Kota Yogyakarta Mulai Disalurkan, Dipusatkan di Tiga Kantor Pos Ini

Sehingga bukan untuk mencari ikan tertentu dalam dalam jumlah banyak. Melainkan untuk menghabiskan waktu sambil menikmati suasana kota Jogja dari bantaran Sungai Code.

"Mancing ke sungai masih ada. Biasanya ya cuma buat keasikan mereka saja, ikan tidak berpengaruh, lebih sekadar hobi saja. Kalau air sungai semakin keruh memang," ujarnya. 

Ari menuturkan aktivitas masyarakat di sungai pun tak terlalu masif. Mengingat fasilitas toilet hingga sumber mata air yang ada di bantaran sudah cukup memadahi. 

"Bisa dikatakan 100 persen tidak ada (aktivitas di sungai). Bahkan kita sudah kencang untuk mengedukasi tidak membuang sampah ke sungai. Walaupun tetap aja ada tapi prosentasenya kecil juga. Enggak mudah sih. Kita sampai saat ini cenderung buang keluar, ke TPS," ungkapnya. 

Walaupun tak dimungkiri juga masih banyak warga yang membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai. Namun IPAL pun juga sudah digunakan sejumlah warga.

Terkait sumber pencemaran sendiri, ia tak memungkiri berasal dari limpahan di wilayah utara Kota Yogyakarta. Selain itu ia menduga biang pencemaran juga berasal dari pengolahan limbah yang kurang baik dari rumah makan hingga hotel di sekitar bantaran sungai.

Load More