Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Senin, 14 November 2022 | 17:10 WIB
Ketua Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY Budhi Masturi - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) sesalkan tenaga medis di Puskesmas Berbah, Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, tidak mumpuni dalam memahami kewenangan mereka di tengah penanganan pasien kedaruratan.

Hal itu dinyatakan Ketua ORI DIY, Budhi Masturi, usai mendatangi Puskesmas Berbah, Senin (14/11/2022). Menyusul adanya peristiwa yang ramai dibicarakan di media sosial, perihal dugaan Puskesmas yang menolak pasien korban kecelakaan, Minggu (13/11/2022) malam.

Budhi mengungkap, di tengah peristiwa yang terjadi, tim medis dalam hal ini perawat yang ada di Puskesmas Berbah menyebut bahwa korban masih bisa melakukan perujukan secara mandiri. Mereka kemudian memutuskan tidak melakukan tindakan awal dan tidak memberi rujukan untuk pasien yang bersangkutan.

"Padahal dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, meski tidak ada dokter, perawat berhak melakukan tindakan-tindakan tertentu dan bahkan memberikan rujukan," ujarnya, Senin siang.

Baca Juga: ORI DIY Datangi SMP N 1 Berbah, Soroti Fasilitas Sekolah yang Belum Berikan Akses Bagi Siswa Difabel

Berkaca pada peristiwa itu, Budhi menduga, Puskesmas dan Dinas Kesehatan Sleman tidak cukup memberikan edukasi kepada perawat, tentang kewenangan mereka yang bisa diambil, ketika kedaruratan seperti itu.

Perawat Kena Mental?

Budhi mengungkap, dari hasil penelusurannya ke Puskesmas setempat, diketahui bahwa sebelumnya juga ada pasien gawat darurat masuk ke Puskesmas. Tenaga medis di Puskesmas tersebut juga menerima komplain dari keluarga pasien gawat darurat tersebut.

"Jadi setelah situasi itu, psikisnya si perawat mungkin juga memberi pengaruh kepada bagaimana ia memberi penanganan kepada pasien kecelakaan itu," sebutnya.

Budhi menambahkan, perawat dan Kepala Puskesmas bersangkutan pada akhirnya mengakui ketidaksesuaian prosedur penanganan pertama pada pasien kegawatdaruratan.

Baca Juga: Driver Ojol Beri Jalan ke Bocah yang akan Menyeberang Banjir Pujian, Pemuda Dibacok di wilayah Berbah Sleman

"Mereka juga mengakui itu keliru," terangnya.

Namun Budhi mengatakan tidak ada unsur kesengajaan di sini. Ia lebih melihat kepada pemahaman perawat yang tidak cukup baik terhadap kewenangan dia.

"Dia merasa tidak cukup punya keberanian bila harus melakukan tindakan. Karena takut keliru dan sebagainya," urainya.

"Padahal berdasarkan UU keperawatan, dia sebenarnya punya kewenangan untuk mengambil tindakan medis pada tahapan tertentu. Bahkan bisa memberikan rujukan untuk pasien di rumah sakit mana," lanjut dia lagi.

Sependek pengetahuan Budhi, kondisi pasien yang datang pascakecelakaan menderita patah tulang. Menurut dia, pasien tersebut dirontgen.

"Tapi itu hanya dilakukan pengamatan saja. Padahal sesuai prosedur harus dilakukan triase. Periksa nadi macam-macam, sampai ada kesimpulan kedaruratan posisi merah, kuning, hijau-nya," imbuhnya.

Sementara saat akan meminjam ambulan, pasien juga tidak bisa mendapatkan akses, karena tidak ada driver ambulan Puskesmas yang bertugas malam kejadian.

ORI Akan Menelaah Dan Memberikan Saran Korektif

Setelah mengetahui kronologi dan mendatangi Puskesmas, ORI DIY akan menelaah sampai memberikan kesimpulan dan masukkan tindakan saran korektif, kepada kepala Puskesmas maupun Kepala Dinas Kesehatan Sleman.

"Dan terutama memberikan penguatan dan capacity building terhadap perawat. Supaya mereka bisa lebih memahami kondisi kedaruratan, apa yang bisa mereka lakukan, apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana cara melakukannya," ucap dia.

"Tadi kami secara lisan menyarankan kepada Kepala Puskesmas untuk mengumpulkan perawat dan memberi sosialisasi SOP, kewenangan dan sebagainya. Biar mereka kalau menghadapi hal sama, nanti berani bisa dan berani ambil tindakan medis yang memadai. Tujuannya untuk optimalisasi pelayanan kepada masyarakat," ungkapnya.

Bupati Sleman Minta Maaf

Menanggapi kejadian itu, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengaku, telah meminta kepala Puskesmas Berbah untuk mengevaluasi pelayanan kondisi kegawatdaruratan. Utamanya dengan pengkajian ulang SOP tentang kegawatdaruratan dan menganalisa sistem perujukan.

"Sudah kami minta untuk segera diperbaiki. Tidak hanya di Puskesmas Berbah ya, tapi seluruh kepala puskesmas kita minta untuk belajar dari kejadian ini," kata dia, Senin (14/11/2022).

"Saya juga meminta maaf. Dan [dari kejadian ini] semoga pelayanan ke depan di seluruh Puskesmas lebih baik lagi kedepannya," tutup Kustini.

Kustini menambahkan, ia telah menindaklanjuti aduan tersebut dengan melakukan investigasi, pagi tadi. 

Hasilnya, memang ditemukan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi salah satunya keterbatasan pelayanan.

Pertama, keterbatasan layanan. Penjelasannya, dokter yang berjaga di shift sore hingga malam itu sudah selesai masa tugas. Sehingga pelayanan profesi dokter hanya dilayani via telepon On Call. 

"Sementara itu, hanya ada satu perawat dan satu bidan yang melayani hampir empat orang yang dirawat di sana," ungkapnya. 

Padahal di saat itu, ada beberapa yang dirawat di Puskesmas pada waktu kejadian. Di antaranya pasien dyspepsia, pasien anak dengan demam, pasien suspek stroke dan pasien dengan insisi paku.

Kedua, terkait penggunaan mobil ambulans Puskesmas, diketahui bahwa penggunaan kendaraan ambulans sebagai kendaraan instansi tersebut harus memenuhi prosedur.

"Yaitu melakukan telpon terlebih dahulu dengan rumah sakit yang dituju. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan persetujuan rujukan dari rumah sakit tersebut," imbuhnya. 

Di saat sama, petugas jaga saat itu melihat kondisi pasien yang gawat tetapi tidak darurat.

Kemudian memutuskan menyarankan membawa pasien dengan menggunakan mobil relawan, untuk mendapatkan akses lebih cepat ke Rumah Sakit. Dibandingkan harus menunggu persetujuan via telepon dengan Rumah Sakit tujuan.

"Ditambah lagi, pada saat itu kondisi pasien masih berada di dalam mobil. Sehingga, jika ada pemindahan posisi dikhawatirkan akan menimbulkan risiko pada lengan yang cedera," terangnya.

Mengetahui beberapa poin itu, karena itu petugas menyarankan untuk langsung membawa pasien ke UGD Rumah Sakit terdekat. 

"Sebenarnya ada miskomunikasi di sini, terkait penggunaan ambulans. Tapi ini tentu akan jadi evaluasi ke depan. Karena bagaimana pun itu kondisi darurat, sehingga harusnya mendapatkan pelayanan yang tidak perlu prosedural," ujarnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More