Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 22 Juli 2023 | 17:49 WIB
Pemungut sampah di Kota Jogja kebingungan kehilangan mata pencaharian. [Kontributor/Julianto]

SuaraJogja.id - Sabtu (22/7/2023) Sesosok lelaki berambut panjang ditutupi topi bundar nampak duduk termenung di trotoar pembatas jalan di barat stadion Mandala Krida Kota Yogyakarta. Di dekatnya ada gerobak sampah penuh muatan yang diikatkan dengan sepeda motor Honda Grand bututnya.

Lelaki 'dekil' ini nampak termenung memandangi Depo penampungan sampah yang ada di seberang sebelah barat Stadion Mandala Krida. Dia nampak tak menghiraukan Hilir mudik warga yang membawa bungkusan sampah dan meletakkan di Depo  Sampah tersebut.

Pandangan matanya nampak kosong dan sepertinya tengah berpikir keras. Bagaimana tidak, dia bakal kehilangan mata pencahariannya selama 1,5 bulan usai pemerintah menyatakan menutup sementara Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan.

Dia mengaku sudah 1,5 jam termenung didekat Depo sampah tersebut. Dia tak langsung membuang sampah yang ada di atas geropaknya. Tidak ada gairah lagi untuk bekerja sehingga dia hanya memilih untuk duduk-duduk di dekat Depo sampah ini.

Baca Juga: TPST Piyungan Kembali Ditutup, Sampah di Kota Jogja Membludak

Lelaki yang tenar dengan panggilan Gonteng ini mengaku bingung hendak mendapat uang dari mana untuk menghidupi keluarganya. Karena satu-satunya mata pencahariannya adalah memungut dan kemudian mengangkut sampah dari rumah tangga menuju ke Depo sampah di Mandala Krida ini.

"Lha kalau ditutup terus nanti saya buangnya di mana?"ujar lelaki kelahiran 1957 ini.

Pria yang tinggal di Glagahsari ini sejak tahun 1989 ini telah bekerja memungut dan membuang sampah di seputaran Glagahsari hingga Kalurahan Tahunan. Kini setidaknya ada 100 pelanggan rumah tangga yang harus tiap hari ia datangi dan diambil sampahnya.

Meski penghasilannya tidak tetap setiap harinya, namun dia berusaha melayani konsumennya dengan sepenuh hati. Tak pernah dia memasang tarif kepada para pelanggannya, semua hanya sukarela berdasarkan keikhlasan pemilik sampah tersebut.

"Sekarang bingung. Bagaimana saya menjaga pelanggan kalau di Depo ini (Mandala Krida) saja ditutup. 1,5 bulan itu cukup lama,"terang dia.

Baca Juga: Limbah Lindi TPST Piyungan Meluber, Begini Respon Pemda DIY

Gonteng akhirnya hanya bisa pasrah dengan nasib yang harus ia alami. Karena ia tidak sendirian, di Depo Sampah seberang barat Stadion  Mandala Krida ada sekitar 70 pemungut dan pembuang sampah seperti dirinya yang nampaknya nasibnya bakal sama.

Hal yang sama juga dialami oleh 400 pemulung yang setiap hari berada di TPST Piyungan. Mereka tak tahu lagi dari mana mencari uang untuk menghidupi keluarganya. Tak hanya itu, mereka bertambah bingung karena masih harus mengangsur pinjaman di bank, koperasi ataupun rentenir.

"Kemarin banyak yang Ngajukan utang ke bank. Untuk bayar sekolah, kalau TPST ditutup terus dapat uang dari mana,"kata Koordinator Pemulung TPST Piyungan Maryono.

Tak hanya itu, dia juga mengaku kebingungan dengan nasib sapi-sapi yang biasa berkeliaran dan memakan sampah-sampah organik di TPST tersebut. Karena sapi-sapi ini bakal kekurangan pangan karena pasokan sampah terhenti.

Maryono mengaku meskipun ditutup, namun dia  dan kawan-kawannya tetap bakal mengais sampah yang ada di TPST itu. Berapapun hasilnya yang penting mereka masih tetap bisa makan untuk menyambung hidup.

Kontributor : Julianto

Load More