SuaraJogja.id - Sejumlah wilayah di Kabupaten Sleman diselimuti kabut tebal sejak beberapa hari terakhir. Pada pagi ini sejumlah wilayah kembali ditutupi kabut.
Kabut tebal itu menyelimuti wilayah seperti Godean, Tempel, Mlati, dan Turi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memaparkan sejumlah penyebab terjadinya fenomena alam tersebut.
Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas menuturkan fenomena kabut merupakan fenomena alam yang cukup sering terjadi. Hal itu disebabkan kandungan udara dekat permukaan tanah cukup jenuh dengan uap air.
"Pada pagi hari tadi terjadi kabut karena kondisi atmosfer mendukung untuk terbentuknya kabut. Terbentuknya kabut ini merupakan fenomena alam yang sering terjadi yaitu dimana kandungan udara dekat permukaan tanah cukup jenuh denga uap air," kata Reni saat dikonfirmasi, Kamis (31/8/2023).
Kelembaban udara yang mendekati 100 persen itu mendukung terjadinya kabut. Ditambah apabila suhu udara di suatu daerah itu memang berada posisi yang cukup dingin atau di bawah titik beku.
"Biasanya kandungan uap air di dalam udara tersebut mempunyai kelembaban udara mendekati 100 persen. Jika kandungan udara yang cukup jenuh tersebut berada pada daerah yang suhu udaranya cukup dingin di bawah titik beku. Maka uap air tersebut akan berkondensasi maka bisa terbentuk kabut di wilayah Sleman pada pagi hari tadi," paparnya.
Berdasarkan pengecekan dari BMKG, Reni mengatakan memang kelembaban udara di beberapa kawasan Sleman cukup tinggi. Ditambah suhu udara pagi bisa mencapai di bawah 20 derajat celcius.
"Setelah kami cek kelembababan udara cukup tinggi sekitar 95 persen dan suhu udara pada pagi hari tadi sekitar jam 6 pagi cukup dingin 19,6 derajat celcius. Sehingga hal itu memungkinkan terjadi kabut di Sleman dan sekitarnya," tuturnya.
Disampaikan Reni, fenomena kabut ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga September mendatang. Mengingat saat ini wilayah DIY masih dalam periode musim kemarau.
Baca Juga: Terdakwa Mutilasi Perempuan di Wisma Kaliurang Divonis Mati, Ayah Korban: Sesuai Keinginan
Pasalnya pada musim kemarau tutupan awan masih sedikit. Sehingga suhu udara di pagi hari akan lebih dingin daripada biasanya dan disertai dengan kelembaban udara yang tinggi.
"Pada bulan Agustus dan September ini masih berpotensi terjadi kabut, karena masih dalam periode musim kemarau," tandasnya.
Berita Terkait
-
Kalbar Diselimuti Kabut Asap, Anggota Damkar Pingsan Demi Padamkan Karhutla di Ketapang
-
Cegah Kelaparan di Papua Tengah Terulang, Pemerintah Cari Varietas Umbi Tahan Kabut Es
-
Kabut Selimuti Pekanbaru, BMKG Sebut Bukan Asap Akibat Karhutla
-
Berjarak 120 Km dari Surabaya, Desa Tertinggi di Jawa Timur Selalu Diselimuti Kabut Tipis
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Konser "Jogja Hanyengkuyung Sumatra": Kunto Aji hingga Shaggydog Ikut Turun Gunung
-
Danantara dan BP BUMN Siagakan 1.000 Relawan untuk Tanggap Darurat
-
Bantu Korban Sumatera, BRI Juga Berperan Aktif Dukung Proses Pemulihan Pascabencana
-
Anak Mantan Bupati Sleman Ikut Terseret Kasus Korupsi, Kejaksaan Buka Suara Soal Peran Raudi Akmal
-
Imbas Jembatan Kewek Ditutup, Polisi Siapkan Skema Dua Arah di Sekitar Gramedia-Bethesda