Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 22 Oktober 2023 | 19:53 WIB
Kabut tebal di pantai Gunungkidul, BMKG memberikan penjelasan terkait fenomena tersebut. [sekilas_update_gunungkidul_disini/Instagram]

SuaraJogja.id - Kabut tebal kembali menyelimuti kawasan perairan selatan Gunungkidul sepanjang Minggu (22/10/2023) sore. Akibatnya nelayan di sepanjang perairan pantai selatan Gunungkidul enggan melaut usia jarak pandang mereka cukup pendek.

Sekretaris SAR Satlinmas Wilayah 2, Surisdiyanto mengungkapkan kabut mulai datang dari arah samudera Hindia sejak pukul 14.00 WIB. Namun semakin sore kabut tersebut semakin tebal bahkan menjelang petang suasana seperti dinihari.

"Kabutnya semakin tebal mendekati malam. Sore hari kayak pagi hari habis subuh," terang dia, Minggu (22/10/2023).

Suris mengatakan, fenomena ini sebenarnya sudah sering terjadi. Namun intensitasnya meningkat belakangan ini terutama setiap menjelang sore hingga malam hari. Kondisi ini tentu membahayakan bagi para nelayan yang melaut.

Baca Juga: Awal Musim Hujan di DIY Diperkirakan Mundur, BMKG Prediksi Durasi juga Lebih Pendek

Beberapa hari lalu bahkan ada seorang nelayan yang meninggal dunia usai perahunya menabrak karang ketika kebingungan mengarahkan kapalnya saat hendak kembali ke pantai tempat mereka pergi sebelumnya. Oleh karenanya, pihaknya terus mengeluarkan himbauan agar nelayan berhati-hati dan jika memungkinkan untuk tidak melaut terlebih dahulu.

"Jika kabut tebal kami himbau agar nelayan jangan melaut dulu,"kata dia 

Dari pantauan media ini, kabut tebal juga terjadi di Kabupaten Bantul sebelah selatan seperti di Murtigading Kapanewon Sanden. Kabut juga terpantau terjadi di wilayah Kabupaten Sleman wilayah barat.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG DIY Reny Kraningtyas menjelaskan kabut ini semacam awan yang berada di permukaan bumi, jika menyebabkan hujan biasanya berada lebih tinggi lagi. Hal itu bisa karena kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu mendekati 100 persen. 

"Kalau kelembaban udara cukup tinggi itu padahal sekarang sudah mencapai di atas 95 persen. Dan suhu udara juga sangat dingin sehingga terjadilah kabut,"terang dia.

Baca Juga: Duh, Banyak Pasangan Suami Istri di Gunungkidul yang Belum Tercatat di KUA

Seiring dengan peningkatan suhu dan munculnya sinar matahari maka kabut ini akan memudar. Kabut ini terjadi karena kondensasi atau titik-titik air yang berada di permukaan bumi karena kelembaban yang tinggi dan suhu yang rendah.

Menurutnya, kabut ini bisa terjadi di mana saja terutama itu di perairan laut selatan. hal ini bisa terjadi pada saat musim kemarau karena sinar matahari yang masuk ke bumi kemudian dipantulkan kembali energinya terlepas semua sehingga suhunya menjadi dingin sekali.

" sehingga kalau orang Jawa Itu bilangnya bediding,"ujarnya.

Jika suhu udara sangat dingin kemudian di area tersebut kelembabannya cukup tinggi maka bisa memicu terjadinya kabut. Kabut ini sebenarnya hanya fenomena alam yang tidak bisa dihindari fenomena.

Dia menghimbau kepada para nelayan ketika punya jangkauan visibility yang bagus maka bisa melaut. Namun bagi kapal-kapal nelayan tradisional nampaknya akan sulit karena tidak memiliki peralatan yang memadai untuk berlayar di tengah kabur.

"Ya harus dipantau terus dari BMKG karena dengan kondisi yang sekarang ini biasanya juga ada himbauan dari BMKG agar tidak melaut dulu hal ini perlu diperhatikan sehingga sedini mungkin dapat mengantisipasi akan kondisi fenomena alam seperti itu sehingga dapat mengantisipasi agar terjadinya bencana,"kata dia.

Kontributor : Julianto

Load More