SuaraJogja.id - Belasan aktivis yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil kembali menggelar Aksi Kamisan di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Kamis (1/2/2024). Namun berbeda dari sebelumnya, Aksi Kamisan kali ini menyoroti tentang kontestasi politik, terutama pemilihan presiden (pilpres) yang akan digelar 14 Februari 2024 mendatang.
Memilih tajuk 'Mendobrak Politik Dinasti', massa melakukan deklarasi serentak untuk mengembalikan Indonesia pada kepentingan rakyat alih-alih penguasa.
Dalam aksi yang sudah digelar ke-300 kalinya di Yogyakarta ini, massa juga menyuarakan agar masyarakat tidak memilih capres yang memilih riwayat pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM).
"Koalisi masyarakat sipil di berbagai kota, di jakara, di jogja, malang dan kota lainnya secara serentak membacakan deklarasi dalam menyikapi situasi politik hari ini. Mulai dari bagaimana ancaman kecurangan pemilu, pengkhianatan terhadap demokrasi dan bagaimana kita terus menyuarakan keadilan bagi korban-korban ham," papar koordinator aksi, Okky Madasari disela aksi.
Aksi Kamisan yang sudah digelar 17 tahun terakhir kali ini, menurut Okky menjadi semakin nyata menjelang pilpres. Bilamana tidak, ada calon presiden (capres) yang terus-terusan ikut memperebutkan kursi presiden meski diketahui melanggar HAM.
Karenanya mereka mencoba mengingatkan publik tidak memilih capres tersebut untuk memimpin bangsa Indonesia lima tahun kedepan. Apalagi negara ini masih punya hutang besar dalam penyelesaian pelanggaran HAM.
Tidak hanya aktivis yang diculik sebelum 1998. Namun juga pembunuhan Munir pada 7 September 2004 yang tak kunjung mendapatkan kejelasan.
"Aksi ini mengingatkan kita untuk terus menyuarakan keadilan bagi korban-korban ham. Siapapun yang nanti terpilih [jadi presiden], masih ada hutang besar bagi keadilan korban. Tentu saja jangan sampai kita memilih capres yang jelas-jelas melanggar hak azasi manusia," tandasnya.
Selain Koalisi Masyarakat Sipil, Okky lega akhirnya sejumlah akademisi dari UGM, UII, ITB dan lainnya mulai bersuara terkait kemunduran demokrasi di Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski dinilai sediki terlambat, aksi para akademisi tersebut untuk terus memelihara demokrasi di Indonesia.
Baca Juga: Belum Ada Kelanjutan Kasus Politik Dinasti, DPRD DIY Desak Kejelasan Proses Hukum Ade Armando
"Jadi ketika guru besar UGM bersuara, setelah sekian tahun kita tahu kedekatan ugm dengan presiden jokowi dan setneg yang merupakan mantan rektor ugm [Pratikno] dan akhirnya guru besar UGM berani bersuara, ini sebuah angin segar dan tekanan yang punya dampak besar untuk mempengaruhi sikap pemilih, ada yang tidak benar dalam situasi indonesia hari ini," katanya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Sports Station, Mulai Rp100 Ribuan
- Petugas Haji Dibayar Berapa? Ini Kisaran Gaji dan Jadwal Rekrutmen 2026
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Diminta Jangan Banyak Omon-omon, Janji Tak Tercapai Bisa Jadi Bumerang
-
Trofi Piala Dunia Hilang 7 Hari di Siang Bolong, Misteri 59 Tahun yang Tak Pernah Tuntas
-
16 Tahun Disimpan Rapat: Kisah Pilu RR Korban Pelecehan Seksual di Kantor PLN
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Makin Pedas
-
FIFA Atur Ulang Undian Piala Dunia 2026: 4 Tim Unggulan Dipastikan Tak Segrup
Terkini
-
Hati-Hati! Deepfake dan Voice Cloning Makin Marak, Warga Diimbau Lebih Waspada
-
Kota Jogja Segera Perbanyak Titik Sekolah Lansia, Dorong Kemandirian Warga Lanjut Usia
-
Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Siapkan Berbagai Promo Spesial Sambut Tahun Baru 2026
-
BRI Dorong Pertumbuhan Inklusif lewat Penyaluran KUR kepada 3,2 juta Debitur UMKM
-
Wajib Izin! Nasib Juru Parkir Pasar Godean di Ujung Tanduk, Apa Untungnya?