Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 20 April 2024 | 12:04 WIB
Suasana jalannya Sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

"Kalau dari sisi aturan tidak ada yang mengatur. Namun memang dalam konsep Amicus Curiae bisa ajukan oleh orang yang berkepentingan," tuturnya.

"Kosep ini familiar di dalam sistem hukum common law, namun di Indonesia beberapa kasus yang dibawa ke pengadilan ada yang mengajukan diri sebagai Amicus Curiae," tambahnya.

Mengenai kemungkinan adanya indikasi hingga potensi bahwa amicus curiae yang dikirimkan Megawati akan mempolitisasi MK demi kepentingan politik pihak tertentu, Dian memilih untuk melihat kembali kepada hakikat Amicus Curiae itu sendiri.

Ia meyakini bahwa amicus curiae yang diberikan pun akan tetap dilandasi oleh fakta, teori dan nilai yang hidup di masyarakat. Untuk kemudian diberikan kepada pengadilan terkait perkara tertentu.

Baca Juga: Kunjungi Omah Petroek di Sleman, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo Saksikan Pameran Bung Karno

"Namun perlu dimengerti bahwa dalam memutus perkara Hakim MK tentu tidak berdasar pada Amicus Curiae yang masuk ke MK. Namun yang lebih penting adalah berdasarkan fakta, bukti maupun keterangan ahli selama proses persidangan berlangsung," terangnya.

"Selain itu muruah dari MK yang independen dan imparcial tentunya menjadi landasan bahwa MK semestinya tidak dapat di politisasi oleh pihak manapun. Adapun apakah amicus curiae itu akan dijadikan pertimbangan atau tidak itu kembali kepada Hakim MK tersebut," kata dia.

Load More