SuaraJogja.id - Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY melakukan penyidikan terhadap PT Taru Martani. Salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemda DIY tersebut disinyalir melakukan transaksi derivatif komoditas berjangka tanpa pengendalian yang memadai. Akibatnya investasi tersebut berpotensi merugikan keuangan perusahaan hingga mencapai 18,69 Miliar.
"Kami sudah menemukan minimal dua alat bukti dugaan korupsi. Kemudian mulai kemarin, sudah kami naikkan ke tahap penyidikan [untuk PT Taru Martani]," papar Aspidsus Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin di Yogyakarta, Rabu (24/4/2024).
Menurut Anshar, Kejati sudah menangani perkara dugaan korupsi di perusahaan rokok dan cerutu tersebut mulai Senin (22/4/2024) kemarin. Pasca ditingkatkan ke tahap penyidikan, Kejati akan memanggil beberapa pihak untuk dijadikan saksi.
Kejati pun sudah memiliki sejumlah dokumen dan dokumen keterangan dari beberapa pihak. Dokumen-dokumen dijadikan bukti awal penyidikan dan pemanggilan saksi.
Baca Juga: Pernah Jadi Ladang Kasus Korupsi, KPK Izinkan Stadion Mandala Krida Direnovasi
Sebanyak lima orang pekan depan akan dimintai keterangan terkait dugaan kasus tersebut. Kelima orang tersebut terdiri dari saksi di tingkat internal PT Taru Martani maupun pihak-pihak terkait dalam rangka penetapan tersangka.
"Saksi-saksi yang akan kami panggil itu untuk mencari siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini. Setelah itu tim akan menetapkan tersangka," jelasnya.
Terkait kronologi kasus dugaan korupsi tersebut, Anshar belum mau menyampaikan detail perkaranya. Pihaknya akan menyampaikannya bila sudah mendapatkan kejelasan dari para saksi.
"Kami belum bisa menjelaskan secara detail. Tunggu saja, nanti akan kami sampaikan kalau sudah jelas semua," tandasnya.
Dari data yang dihimpun dari berbagai sumber, kasus tersebut mencuat setelah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DIY di PT Taru Martani. Pada periode 2022-2023, ada kas PT Taru Martani yang diinvestasikan ke komoditi berjangka sekitar Rp 18 miliar.
Baca Juga: Terlibat Mafia Tanah di Sleman, Lurah Candibinangun Ditetapkan jadi Tersangka
Namun investasi itu diatasnamakan pribadi dengan alasan tidak bisa diatasnamakan perusahaan. Investasi tersebut juga tidak pernah ditetapkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2022 maupun 2023.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Timah jadi Sorotan, Bagaimana Sebenarnya?
-
Sama-Sama Berisiko Bagi Kesehatan, Apa Bedanya Shisha dan Vape?
-
Legislator Nilai Wacana Kebijakan Rokok Baru Bisa Hambat Target Pertumbuhan Ekonomi 8%
-
Drama Impor Gula Tom Lembong: Dari Perintah Jokowi Hingga Isu Politisasi
-
Pemerintah Akui Bakal Ajak Semua Pihak Rumuskan Kebijakan Rokok Baru
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bau Badan Rayyanza Sepulang Sekolah Jadi Perbincangan, Dicurigai Beraroma Telur
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Reza Arap Diam-Diam Tolong Korban Kecelakaan di Jogja, Tanggung Semua Biaya RS
-
Sayur dan Susu masih Jadi Tantangan, Program Makan Siang Gratis di Bantul Dievaluasi
-
Bupati Sunaryanta Meradang, ASN Selingkuh yang Ia Pecat Aktif Kerja Lagi
-
Data Pemilih Disabilitas Tak Akurat, Pilkada 2024 Terancam Tak Ramah Inklusi
-
Fadli Zon: Indonesia Tak Boleh Lengah Usai Reog, Kebaya, dan Kolintang Diakui UNESCO