SuaraJogja.id - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengungkapkan Refuse Derived Fuel (RDF) hasil pengolahan sampah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta masih memiliki kadar air yang terlalu tinggi. Hal itu membuat produk RDF tersebut tak diterima industri di sejumlah daerah.
"Teknologi kita itu teknologi RDF, energi itu sama dengan kalori, sama dengan panas. Kalau organik itu isinya kadar air ya kalori rendah. Itu problemnya," kata Aman, Selasa (6/8/2014).
"Kenapa kapasitas kita di Nitikan, Kranon, Karangmiri, di Sitimulyo tidak optimal karena sampah yang masuk mayoritas organik, yang berbau, berair, kadar kalorinya rendah," imbuhnya.
Kadar air yang tinggi pada produk RDF itu membuat produk yang dihasil oleh TPS3R di Kota Jogja belum diterima oleh beberapa industri. Misalnya di industri skala 1 yang ada di Cilacap dan industri skala 2 di Pasuruan.
Sehingga harapan kita optimalisasi produksi yang ada di Nitikan, Kranon, Karangmiri itu bisa optimal. Karena memang benar-benar material yang berkalori yang kita bawa ke Cilacap.
"Kita sudah bawa (RDF) ke industri skala 1 di Cilacap tapi di Cilacap di-reject (tolak) karena kadar airnya tinggi. Lalu dibawa ke industri skala 2 di Pasuruan direject lagi," ungkapnya.
Aman mengungkapkan bahwa setidaknya 60 persen dari 200 ton per hari sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Yogyakarta itu merupakan sampah organik. Masih minimnya kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah organik itu menjadi kendala tersendiri.
"Kalau 60 persen sampah kota itu organik maka produk akhir sampah kita tidak bisa disalurkan. Karena dari 200 (ton) itu 60 persennya organik," tandasnya.
Oleh sebab itu, Aman tak lelah untuk mengajak semua masyarakat memilah dan mengolah sampahnya dari rumah. Sehingga produk pengolahan yang dihasilkan oleh TPS3R di Kota Jogja dapat optimal.
Baca Juga: Sejumlah Event Justru Timbulkan Tumpukan Sampah di Jogja, Pemkot Siapkan Sanksi
Masalah sampah merupakan persoalan bersama yang harus disikapi secara bijak dan gotong royong. Aman bilang Pemkot Jogja tidak bisa sendirian, harus ada peran aktif masyarakat dalam mengoptimalkan hal itu.
"Maka strategi yang harus dilakukan itu strategi bersama. Menurut undang-undang yang namanya sampah itu tanggungjawab adalah penghasil sampah. Pemerintah itu hanya salah satu. Jadi ya harus dilakukan bersama seluruh pihak, bukan hanya pemerintah," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Duel Mobil Murah Honda Brio vs BYD Atto 1, Beda Rp30 Jutaan tapi ...
- Harga Mitsubishi Destinator Resmi Diumumkan! 5 Mobil Ini Langsung Panik?
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 24 Juli: Klaim Skin Scar, M1887, dan Hadiah EVOS
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta, Harga Murah Spek Melimpah
-
Kisah Unik Reinkarnasi di Novel Life and Death are Wearing Me Out
-
10 Model Gelang Emas 24 Karat yang Cocok untuk Pergelangan Tangan Gemuk
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low
-
Braakk! Bus Persib Bandung Kecelakaan di Thailand, Pecahan Kaca Berserakan
Terkini
-
Misteri Kemeja Putih Jokowi di Reuni UGM: Panitia Angkat Bicara!
-
Gertak Balik! Sahabat Jokowi Geram Dituduh Settingan, Ungkap Sudah Diperiksa Polisi
-
5 Curhatan Jokowi di Depan Alumni UGM: Serangan Tak Cuma Ijazah, Merembet Sampai KKN Fiktif
-
Masih Sakit, Jokowi Paksakan Diri ke Reuni UGM: Kalau Nggak Datang Nanti Rame Lagi!
-
Tiba di UGM, Jokowi Tebar Senyum di Reuni Guyub Rukun, Nostalgia di Tengah Badai Ijazah Palsu