SuaraJogja.id - Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Agus Wahyudi, memberikan kritik kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Menurutnya istilah BPIP tidak terlalu cocok dengan suasana pada sistem demokrasi.
"Istilah 'Badan Pembinaan Ideologi Pancasila' menurut saya adalah istilah yang anakronistik dan tidak cocok dengan suasana atau dengan alam demokrasi," kata Agus Wahyudi saat dihubungi SuaraJogja.id, Kamis (15/8/2024).
"Karena mengandaikan hirarki sistem pengetahuan dan aktor pemegang 'wisdom' terbaik untuk menjadi siapa yang paling Pancasilais," imbuhnya.
Pria yang akrab disapa AW itu bilang republik yang demokratis berdiri di atas pengertian bahwa setiap orang yang tinggal di republik. Siapapun warga negara dan siapapun mereka yang kebetulan sedang mengurus urusan publik dalam hal ini pemerintah selalu potensial menjadi subjek kesalahan.
Baca Juga: Heboh, Paskibraka 2024 Diminta Lepas Hijab, PSP UGM: Berlebihan dan Timbulkan Masalah Baru
Sekaligus kemungkinan menyampaikan kebenaran dalam menentukan standar dan prioritas kebutuhan. Untuk mengembangkan dan menata sistem atau model kerjasama di antara orang-orang atau warga negara yang tak pernah seragam.
"Tidak ada pihak yang bisa dan harus merasa menjadi pembina dalam hal pemilik 'wisdom' dan standar kebenaran moral absolut. Menjadi bijaksana dan berintegritas umumnya merupakan produk dari sistem dan kerjasama kolektif," tegasnya.
"Pemahaman dan praktik Pancasila kontemporer mungkin perlu diletakkan di atas landasan paradigma ini," sambungnya.
Para penyelenggara negara, dalam hal ini adalah mereka yang kebetulan ditunjuk untuk mengurus urusan publik, kehidupan bersama, yaitu pemerintah, kata AW membutuhkan dukungan pemikiran untuk mengolah dan menangani ide-ide dan gagasan terkait dengan visi dan misi negara.
Termasuk dengan cara mencapai visi dan misi yang dimaksud tersebut. BPIP yang sebelumnya di sebut UKP untuk sebagian dinilai mungkin dimaksudkan mengerjakan porsi tugas semacam ini.
Baca Juga: BPIP Disebut Larang Hijab Paskibraka, Begini Respon Aisyiyah
"Berbeda dengan institusi sejenis di jaman Orde Lama dan Orde Baru yang menangani Pancasila, BPIP seharusnya memposisikan dirinya dalam konteks usaha untuk memperkuat demokrasi dan konsolidasi demokrasi kita dan bukan untuk melayani autokrasi, feodalisme dan autoritarianisme," tuturnya.
"Penanganan ideologi di setiap negara diperlukan dan Pancasila sebagai ideologi (atau kita menyebut sebagai filsafat sosial atau filsafat politik) dalam sebuah negara-bangsa modern hanya akan menjadi kuat justru jika ditangani dengan standar-standar kerja menurut kaidah ilmu pengetahuan dan bukti-bukti yang umumnya dikenal dalam masyarakat demokratik," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
Pilihan
-
Usai Terganjal Kasus, Apakah Ajaib Sekuritas Aman Buat Investor?
-
Bocor! Jordi Amat Pakai Jersey Persija
-
Sri Mulyani Ungkap Masa Depan Ekspor RI Jika Negosiasi Tarif dengan AS Buntu
-
Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kantor Sri Mulyani Buka Suara
-
Sering Kesetrum Jadi Kemungkinan Alasan Ade Armando Dapat Jatah Komisaris PLN Nusantara Power
Terkini
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh
-
BRI Dukung UMKM Sanrah Food Berkembang dari Warung ke Ekspor Global