Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 21 Agustus 2024 | 13:29 WIB
Ilustrasi - Pilkada serentak 2024. (Antara)

Menurutnya, dalam pandangan yang lebih jauh, seandainya dampak ketentuan ini menghasilkan paslon kepala daerah terpilih yang memiliki sedikit dukungan dari partai politik yang duduk di kursi DPRD, hal ini justru dapat menyehatkan iklim check and balances di Pemerintahan Daerah.

Terkait putusan syarat usia pencalonan menjadi ketika pelantikan, Dian bilang bahwa dalil MA dibangun atas pertimbangan hukum yang sangat lemah dan ala kadarnya.

Putusan MA tersebut harus dibatalkan atau demi hukum tidak dapat dilaksanakan karena telah ada putusan pengujian UU Pilkada oleh MK yang menegaskan norma syarat usia pencalonan.

"MK telah memberikan pertimbahan hukum melalui pendekatan historis, sistematis, praktis, dan komparatif. MK tegas menyatakan bahwa syarat usia dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan. MK menyatakan bahwa pemaknaan demikian sudah terang benderang dan tidak perlu diberi penguatan dan penafsiran lain," tegasnya.

Dia menyatakan bahwa langkah MK yang demikian telah mengembalikan demokrasi lokal ke dalam relnya. Setelah sebelumnya sempat mengalami penyelewengan hukum oleh putusan MA.

Baca Juga: Jalan Kaesang Maju Pilkada Kandas, Ganjar Justru Berikan Pesan KPU untuk Segera Bersiap

MK dengan tegas memberi peringatan kepada penyelenggara Pemilu untuk tidak main-main mengabaikan putusan MK. Terkusus berkenaan dengan pemberlakuan syarat usia calon yang harus diberlakukan sejak penetapan calon.

"Kepada Pembentuk Undang-Undang, tidak melakukan manuver dengan cara mervisi UU 10/2016 dengan tidak mempedomani Putusan MK tentang ambang batas (threshold) pencalonan dan syarat usia pencalonan kepala daerah," ujarnya.

"Karena dengan memberlakukan 'norma mati' maka norma tersebut dapat diuji lagi ke MK dan dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945. Bahkan jika demikian Pembentuk Undang-Undang sama saja telah melakukan pelanggaran konstitusi karena sengaja dan abai dengan Putusan MK," tambahnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta segara melaksanakan dan mempedomani Putusan MK. KPU perlu segera menyesuaikan produk-produk hukum dan kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan untuk tidak menyimpang dari Putusan MK.

Apabila pencalonan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dilaksanakan sebagaimana Putusan MK, maka keabsahan pasangan calon yang bersangkutan dapat menjadi objek pembatalan (diskualifikasi). Baik dilakukan oleh penyelenggara Pemilu (Bawaslu) melalui sengketa proses atau melalui perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di MK.

Baca Juga: Tanpa Kursi DPRD, Partai Bisa Usung Calon Kepala Daerah: Ganjar Sebut Peta Politik Bisa Berubah

Load More